A. Pendahuluan
Tidak bisa dipungkiri bahwa
peradaban manusia tidak bisa dipisahkan dari Perkembangan ilmu dan teknologi
sekarang ini dan masa depan. Demikian pesatnya kemajuan sains seiring perubahan
waktu. Hampir tidak terelakan lagi, aspek kehidupan harus menyesuaikan dengan
arah perubahan tersebut. Pelayanan kesehatan pun demikian, sebagai akibat dari
pergeseran pemanfaatan sumber daya yang menuntut efisiensi dan akselerasi. Relevansi
dengan penyediaan pelayanan kesehatan saat ini, maka dipandang perlunya reformasi
pelayanan kesehatan kearah layanan publik yang mengutamakan pemenuhan kebutuhan
pelanggan, bukan pelayanan kesehatan yang ditentukan oleh penyelenggara
pelayanan kesehatan itu sendiri. Pendeknya pergeseran pola pelayanan dari
produk yang ditentukan oleh lembaga kesehatan melalui program-program yang
dijabarkan oleh pemerintah ke arah pelayanan kesehatan yang bertumpu pada
mekanisme pasar. Terapan konsep pelayanan
kesehatan terdahulu pula, kala itu perhatian pada dimensi tehnis pelayanan
kesehatan, lebih dominan menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan bila
dibandingkan dengan aspek manajemen itu sendiri. Adanya asumsi pimpinan lembaga
kesehatan bahwa, untuk memudahkan pencapaian tujuan pelayanan kesehatan maka
daya dukung sumberdaya harus disesuaikan dengan prosedur tehnis, guna
memperkecil kemungkinan hambatan yang terjadi saat produktifitas. Sejalan
kemajuan waktu, capaian kinerja pelayanan belum menunjukan akselerasi dengan
pendekatan tehnis yang telah ditetapkan oleh kebijakan lembaga itu sendiri.
Kesalahan berpikir pimpinan, menjadi kurang optimal dalam pelayanan kesehatan.
Gaya kepemimpinan yang diterapkan bersifat kaku, mekanistik dan lambat dalam
pengendalian produktifitas. Kondisi ini cenderung menciptakan organisasi klasik
yang tidak berorientasi masa depan.
Bertolak dari gambaran
sebagaimana yang telah dipaparkan diatas menjadi suatu asupan dalam memudahkan
pengelolaan suatu pelayanan kesehatan. Saat ini penemuan-penemuan baru dalam
kaitan pelayanan kesehatan, telah memperdalam pengembangan metode praktis
pelayanan publik.
3.1.
Defenisi Pelayanan
Kesehatan.
Defenisi
pelayanan kesehatan cukup beragam pendapat dari para pakar. Salah satunya yang
disampaikan oleh Levey dan Loomba (1973). Beliau mengatakan bahwa pelayanan kesehatan ialah setiap upaya
yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit
serta memulihkan kesehatan perseorangan keluarga, kelompok, dan ataupun
masyarakat.
Dari defenis
tersebut diatas dapat di peroleh bahwa ciri pelayanan kesehatan mengandung
hal-hal sebagi beriut :
1.
Usaha sendiri
Setiap usaha pelayanan kesehatan bisa dilakukan sendiri
ditempat pelayanan. Misalnya pelayanan dokter praktek.
2.
Usaha lembaga atau
organisasi.
Setiap usaha pelayanan kesehatan dilakukan secara kelembagaan
atau organisasi kesehatan ditempat pelayanan. Misalnya pelayanan kesehatan
masyarakat di puskesmas.
3.
Memiliki
tujuan yang dicapai
Tiap pelayanan kesehatan memiliki produk yang beragam
sebagai hasil ahir pelayanan yang pada tujuan pokoknya adalah peningkatan
derajat kesehatan masyarakat atau person.
4.
Lingkup Program
Lingkup pelayanan kesehatan meliputi kegiatan
pemeliharaan kesehatan, peningkatan kesehatan, pencengah penyakit, penyembuhan
penyakit, pemulihan kesehatan, atau gabungan dari kseluruhan.
5.
Sasaran pelayanan.
Tiap pelayanan kesehatan menghasilkan sasaran yang
berbeda, tergantung dari program yang akan dilakukan, bisa untuk perseorangan,
keluarga, kelompok ataupun untuk masyarakat secara umum
Sesuai dengan batasan yang seperti ini,
segera dipahami bahwa bentuk dan jenis pelayanan kesehatan yang dapat ditemukan
banyak macamnya. Karena kesemuanya ini amat ditentukan oleh :
1. Perorganisasian pelayanan, apakah
dilaksanakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi.
2. Ruang lingkup kegiatan, apakah
hanya mencangkup kegiatan pemeliharaan kesehatan, peningkatan kesehatan,
pencengah penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan kesehatan, atau kombinasi
dari padanya.
3. Sasaran pelayanan kesehatan, apakah untuk
perseorangan, keluarga, kelompok ataupun untuk masyarakat secara keseluruhan.
Secara umum
yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang
diselenggarakan secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit serta
memulihkan kesehatan perorangan, kelompok, keluarga ataupun masyarakat (Asrul
Aswar, 1996)
Tiga faktor yang mempengaruhi pelayanan kesehatan menurut azwar (1996). Pertama, unsur
masukan meliputi tenaga medis, dana dan sarana yang tersedia sesuai kebutuhan. Kedua,
unsure lingkungan meliputi kebijakan, organisasi dan manajemen. Ketiga, unsur
proses meliputi tindakan medis dan tindakan non medis sesuai standar profesi
yang telah ditetapkan.
Sekalipun
bentuk dan jenis pelayanan kesehatan banyak macamnya namun jika disederhanakan
secara umum dapat dibedakan atas 2. bentuk dan jenis pelayanan kesehatan
tersebut, jika dijabarkan dari pendapat Hodgetts dan Cascio (1983)
adalah :
1. Pelayanan
kedokteran
Pelayanan kesehatan yang termaksud dalam kelompok
pelayanan kedokteran (medical services) ditandai dengan cara
pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri (solo practice) atau secara
bersama-sama dalam satu organisasi (institution), tujuan utamanya untuk
menyembuhkan penyakit dan memilihkan kesehatan serta sasarannya terutama untuk
perseorangan dan keluarga.
2.
Pelayanan kesehatan
masyarakat
Pelayanan kesehatan yang termaksud dalam kelompok
pelayanan kesehatan masyarakat (public health services) ditandai
dengan cara pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam satu
organisasi, tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
mencegah penyakit, serta sasarannya terutama untuk kelompok dan masyarakat.
Secara sederhana, kedua pembagian yang
seperti ini dapat digambarkan dalam bagan .1.
Perbedaan
lebih lanjut dari kedua bentuk pelayanan kesehatani ini, dapat dilihat dari
rincian Leavel dan Clark (1953), yang secara sederhana dapat diuraikan
pada table .1.
Bagan .1
Pembagian pelayanan kesehatan
Table .1
Perbedaan pelayanan kedokteran dengan
pelayanan kesehatan masyarakat
PELAYANAN KEDOKTERAN
|
PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT
|
· Tenaga pelaksananya terutama
adalah dokter
· Perhatian utamnya pada
penyembuhan penyakit
· Sasaran utamnya adalah
perseorangan atau keluarga
· Kurang memperhatikan efisiensi
· Tidak boleh menarik perhatian
karena bertentangan dengan etik dokter
· Menjalankan fungsi perseorangan dan terikat dengan undang-undang
· Penghasilan diperoleh dari
imbal jasa
· Bertanggung jawab hanya pada
penderita
· Tidak dapat memonopoli upaya
kesehatan dan bahkan mendapat saingan.
· Masalah administrasi sangat
sederhana.
|
· Tenaga tenaga pelaksananya
terutama adalah ahli kesmas
· Perhatian utamnya pada
pencegahan penyakit penyakit
· Sasaran utamnya adalah
masyarakat keseluruhan
· Selalu memperhatikan efisiensi
· Menarik perhatian masyarakat
misalnya penyuluhan masyarakat
· Menjalankan fungsi
mengorganisir masyarakat dan didukung
dengan undang-undang
· Penghasilan merupakan gaji dari
pemerintah
· Bertanggung jawab kepada
seluruh masyarakat
· Dapat memonopoli upaya
kesehatan
· Menghadapi berbagai persoalan
kepemimpinan.
|
Syarat Pokok
Pelayanan Kesehatan
Sekalipun pelayanan
kedokteran berbeda dengan pelayanan kesehatan masyarakat, namun untuk dapat
disebut sebagai suatu pelayanan kesehatan yang baik, keduanya harus memiliki
berbagai persyaratan pokok. Syarat pokok yang dimaksud ialah :
1.
Tersedia dan
berkesinambungan
Syarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah
pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia di masyarakat (available)
serta bersifat berkesinambungan (continous). Artinya semua jenis
pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan,
serta keberadaanya dalam masyarakakt adalah setiap saat yang dibutuhkan.
2.
Dapat diterima
dengan wajar
Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah
yang dapat diterima (acceptable) oleh masyarakat serta bersifat
wajar (appropriate) artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan
dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang
bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan dan kepercayaan
masyarakat serta bersifat tidak wajar, bukanlah suatu pelayanan kesehatan yang
baik.
3.
Mudah dicapai
Syarat pokok ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah
yang mudah dicapai (accessible) oleh masyarakat. Pengertian
ketercapaian yang dimaksudkan disini terutama dari sudut lokasi. Dengan
demikian untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan
distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting. Pelayanan kesehatan yang
terlalu terkonsentrasi di daerah perkotaan saja, dan sementara itu tidak
ditemukan di daerah pedesaan, bukanlah pelayanan kesehatan yang baik.
4.
Mudah di jangkau
Syarat pokok keempat pelayanan kesehatan yang baik adalah
yang mudah dijangkau (affordable) oleh masyarakat. Pengertian
keterjangkauan yang dimaksud disini terutama dari sudut biaya. Untuk dapat
mewujudkan keadaan yang seperti ini harus dapat diupayakan biaya pelayanan
kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan
kesehatan yang mahal dan karena itu hanya mungkin di nikmati oleh sebagian
kecil masyarakat saja, bukanlah pelayanan kesehatan yang baik.
5.
Bermutu
Syarat pokok kelima pelayanan kesehatan yang baik adalah
yang bermutu (quality). Pengertian mutu yang dimaksud disini
adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan,
dan di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta
standar yang telah di tetapkan.
Masalah Pelayanan Kesehatan
Sayangnnya sebagai
akibat perkembangan ilmu dan tekhnologi kedokteran kelima persyaratan pokok ini
sering kali tidak dipenuhi. Dengan telah berkembangnnya ilmu dan teknologi,
terjadi beberapa perubahan dalam pelayanan kesehatan.
Perubahan yang seperti ini di satu
pihak memang mendatangkan banyak keuntungan seperti misalnya meningkatnya mutu
pelayanan yang dapat dilihat dari makin menurunnya angka kesakitan, cacat, dan
kematian serta meningkatnya umur harapan hidup rata-rata. Tetapi di pihak lain,
perubahan yang seperti ini ternyata juga mendatangkan banyak masalah sebagai
berikut :
1.
Terkotak-kotaknya
pelayanan kesehatan
Timbulnya pengkotakan dalam pelayanan kesehatan (fragmented
health services), erat hubungannya dengan munculnya spesialisasi dan
sub spesialisasi dalam pelayanan kesehatan. Dampak negative yang ditimbulkan
ialah menyulitkan masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan yang apabila,
berkelanjutan pada gilirannya akan menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.
2.
Berubahnya sifat
pelayanan kesehatan
Perubahan ini muncul sebagai akibat telah
terkotak-kotaknya pelayanan kesehatan, yang pengaruhnya terutama ditemukan pada
hubungan dokter pasien. Sebagai akibat munculnya spesialis dan sub spesialis
menyebabkan perhatian penyelenggara pelayanan kesehatan tidak dapat lagi
diberikan secara menyeluruh. Perhatian tersebut hanya tertuju kepada keluhan
dan ataupun organ tubuh yang sakit saja.
Perubahan sifat pelayanan kesehatan
makin bertambah nyata, jika diketahui bahwa pada saat ini telah banyak
dipergunakan pula berbagai peralatan kedokteran canggih. ketergantungan yang
kemudian muncul terhadap berbagai peralatan kedokteran canggih tersebut, dapat
menimbulkan berbagai dampak negative yang merugikan, yakni :
a.
Makin renggangnya
hubungan dokter dan pasien antara dokter dan
pasien telah terdapat suatu tabir pemisah yakni berbagai peralatan kedokteran
yang dipergunakan tersebut.
b.
Makin mahalnya
biaya kesehatan keadaan yang seperti ini mudah
diperkirakan akan menyulitkan masyarakat dalam menjangkau pelayanan kesehatan.
Kedua perubahan dengan dampak negative
tersebut mau tidak mau akan mempengaruhi mutu pelayanan. Pelayanan Kesehatan
yang hanya memperhatikan organ tubuh saja, tentu tidak akan berhasil secara
sempurna menyelesaikan masalah kesehatan yang diderita seseorang.
Pelayanan Kesehatan
Menyeluruh Dan Terpadu
Menyadari
bahwa pelayanan kesehatan yang berkotak-kotak bukanlah pelayanan kesehatan yang
baik, maka berbagai pihak berupaya mencari jalan keluar yang sebaik-baiknya.
Salah satu dari jalan keluar tersebut ialah memperkenalkan kembali bentuk
pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu (comprehensive and
integrated health services).
Pengertian pelayanan kesehatan yang
menyeluruh dan terpadu ada dua macam. Pertama, pelayanan
kesehatan yang berhasil memadukan barbagai upaya kesehatan yang ada di
masyarakat yakni, pelayanan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan, pencegahan
dan penyembuhan penyakitbserta pemulihan kesehatan. Suatu pelayanan kesehatan
disebut sebagai pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu apabila kelima
jenis pelayanan ini diselenggarakan bersamaan. Kedua, pelayanan
kesehatan yang menerapkan pendekatan yang menyeluruh (holistic approach).
Jadi tidak hanya memperhatikan keluhan penderita saja, tetapi juga berbagai
latar belakang social ekonomi, social budaya, social psikologi, dan lain
sebagainya. Suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan kesehatan yang
menyeluruh dan terpadu apabila pendekatan yang dipergunakan memperhatikan
berbagai aspek kehidupan dari para pemakai
jasa pelayanan kesehatan.
Tergantung dari filosofi serta
perkembangan pelayanan kesehatan yang dimiliki oleh suatu Negara, maka upaya
yang dilakukan untuk mewujudkan pelayana kesehatan yang menyeluruh dan terpadu
ini agak berbeda. Secara umum upaya pendekatan yang dimaksud dapat dibedakan
atas dua macam yakni,
1.
Pendekatan institusi
Jika pelayanan kesehatan masih bersifat sederhana maka
kehendak untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu
dilakukan melalui pendekatan institusi (institutional approach).
Dalam arti penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilakukan dalam satu atap.
Disini setiap bentuk dan jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dikelolah
dalam satu instuisi kesehatan saja.
2.
Pendekatan system
Tentu mudah untuk dipahami untuk Negara yang pelayanan
kesehatannya telah berkembang dengan pesat, pendekatan institusi telah tidak
mungkin di terapkan lagi. Akibat makin kompleknya pelayanan kesehatan adalah mustahil untuk
menyediakan semua bentuk dan jenis pelayanan dalam suatu institusi. Bukan saja
akan menjadi terlalu mahal, tetapi yang terpenting lagi akan tidak efektif dan
efisien. Disamping memang dalam kehidupan masyarakat moderen kini, telah
terdapa apa yang disebut dengan spesialisasi, yang apabila dapat diatur dan
dimanfaatkan dengan baik, akan dapat memberikan hasil yang lebih memuaskan. Dalam keadaan yang seperti ini,
kehendak untuk mewujudkan pelayanan keserhatan yang menyeluruh dan terpadu di
lakukan melalui pendekatan system (system approach) pengertian
pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu yang dsiterapkan saat ini,
adalah dalam arti system. Disini pelayanan kesehatan di bagi atas beberapa
strata,untuk kemudian antara satu strata dengan strata lainnya, di ikat dalam
satu mekanisme hubungan kerja, sehingga secara keseluruhan membentuk suatu
kesatuan yang terpadu.
Stratifikasi
Pelayanan Kesehatan
Strata pelayanan kesehatan yang
dianut oleh tiap Negara tidaklah sama, namun secara umum berbagai strata ini
dapat di kelompokkan menjadi tiga macam yakni :
1.
Pelayanan kesehatan
tingkat pertama
Yang di maksud dengan pelayanan kesehatan tingkat pertama
(primery health services) adalah pelayanan kesehatan yang
bersifat pokok, yang
sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat serta mempunyai nilai
strategis untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pada umumnya pelayanan
kesehatan tingkat pertama ini bersifat pelayanan rawat jalan.
2.
Pelayanan kesehatan
tingkat kedua
Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan tingkat kedua
adalah pelayanan kesehatan yang lebih lanjut, telah bersifat rawat inap dan
untuk menyelenggarakannnya telah dibutuhkan tersediannya tenaga-tenaga
spesialis.
3.
Pelayanan kesehatan
tingkat ketiga
Yang di maksud dengan pelayanan kesehatan tingkat ketiga
adalah pelayanan kesehatan yang bersifat lebih compleks dan umumnya diselenggarakan oleh tenaga-tenaga sub
spesialis.
Sistem Rujukan
Adapun yang dimaksud dengan system
rujukan di Indonesia, seperti yang telah dirumuskan dalam SK mentri
Kesehatan RI no. 32 tahun 1972 ialah suatu system penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap
suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertical dalam arti
dari unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara
horizontal dalam arti antar unit-unit yang setingkat kemampuannya.
Macam rujukan yang berlaku diindonesia
telah pula ditentukan. System kesehatan nasional membedakannya atas dua
macam yakni :
1.
Rujukan kesehatan
Rujukan ini di kaitkan dengan upaya pencegahan penyakit
dan peningkatan derajat kesehatan. Dengan demikian rujukan kesehatan pada
dasarnya berlaku untuk pelayanan kesehatan masyarakat. Rujukan kesehatan
dibedakan atas 3 macam yakni rujukan teknologi, sarana, dan operasional.
2.
Rujukan medik
Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya penyembuhan
penyakit serta pemulihan kesehatan. Dengan demikin rujukan medik pada dasarnya berlaku untuk pelayanan kedokteran.
Bagan 2.
Rujukan pelayanan
kesehatan
Sama halnya dengan rujukan kesehatan, rujukan medik ini
dibedakan atas tiga macam yakni rujukan penderita, pengetahuan dan bahan-bahan
pemeriksaan. Secara sederhana, kedua macam rujukan ini dapat di gambarkan dalam
bagan 2.
Apabila system rujukan ini dapat
terlaksana, dapatlah diharapkan terciptannya pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan
terpadu. Beberapa manfaat juga akan diperoleh yang jika ditinjau dari unsur
pembentuk pelayanan kesehatan terlihat sebagai berikut :
1.
Dari sudut
pemerintah sebagai penentu kebijakan
Jika ditinjau dari sudut pemerintah sebagai penentu
kebijakan kesehatan, manfaat yang akan diperoleh antara lain :
a.
Membantu penghematan
dana, karena tidak perlu menyediakan berbagai macam peralatan kedokteran pada setiap sarana kesehatan.
b.
Memperjelas system
pelayanan kesehatan, karena terdapat hubungan kerja antara berbagai sarana
kesehatan yang tersedia.
c.
Memudahkan
pekerjaan administrasi, terutama pada aspek perencanaan.
2.
Dari sudut
masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan
Jika ditinjau dari sudut masyarakat sebagai pemakai jasa
pelayanan mamfaat yang akan diperoleh antara lain :
a.
Meringankan biaya
pengobatan, karena dapat dihindari pemeriksaan yang sama secara berulang-ulang.
b.
Mempermudah
masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena telah diketahui dengan jelas
fungsi dan wewenang setiap sarana pelayanan kesehatan.
3. Dari sudut kalangan kesehatan sebagai
penyelenggara pelayanan kesehatan
Jika ditinjau dari sudut kalangan kesehatan sebagai
penyelenggara kesehatan manfaat yang akan di peroleh antara lain :
a.
Memperjelas jenjang
karir tenaga kesehatan dengan berbagai akibat positif lainnya seperti semgangat
kerja, ketekunan dan dedikasi.
b.
Membantu
peningkatan pengetahuan dan keterampilan yakni melalui kerjasama yang terjalin.
c.
Memudahkan atau
meringankan beban tugas, karena setiap sarana kesehatan mempunyai tugas dan
kewajiban tertentu.
Berbagai
program dan kegiatan di bidang pelayanan kesehatan telah dilakukan pemerintah
dan swasta disetiap Negara, namun tidak seluruh penawaran pelayanan kesehatan
dimanfaatkan oleh masyarakat, disebabkan adanya berbagai masalah di bidang
ekonomi dan sosial budaya yang menghambat akses mereka menuju tempat-tempat
pelayanan kesehatan.
Bagi
masyarakat yang mempunyai nilai-nilai tradisional, kemungkinan prioritas
pilihan pada pelaksanaan kegiatan-kegiatan ritual sebagai perwujudan
kepercayaan yang mereka miliki, sedangkan pelayanan kesehatan diletakkan
sebagai prioritas yang kurang penting. Cara pandang tentang sakit adalah bagian
dari kutukan Tuhan, karena tingkah laku mereka kurang berkenan baik oleh sesama, alam,
maupun pencipta. Pilihan sebagai keputusan menimbulkan biaya oportunis berupa; (1)
seluruh atau sebagian pendapatan keluarga digunakan untuk membiayai
acara-acara ritual, dan (2) hilangnya kesempatan memperoleh pelayanan
kesehatan dan manfaat lainnya di keluarga.
Pada tingkat
pasar, pelayanan kesehatan berkompetisi dengan pelayanan tradisional dilayani
para dukun atau paranormal, dan konsumen berperilaku tradisionil sangat mungkin
meminta pelayanan dukun untuk mengobati penyakitnya sebagai pelayanan
substitusi dari pelayanan kesehatan modern. Jika pada pelayanan tradisional
pasien merasa tidak sembuh, selanjutnya meminta pelayanan kesehatan modern
sebagai alur rujukan. Setiap tahap pelayanan (tradisional dan modern)
menimbulkan biaya yang ditanggung oleh pasien maupun keluarganya. Bagi ibu
hamil, bersalin dan nifas yang merupakan anggota masyarakat tradisional,
kemungkinan sulit terhindar dari siklus pengobatan tradisional, sebagaimana
fenomena empiris, dan jika dikaji secara ekonomis menimbulkan biaya yang tidak
sedikit baik pada tataran individu maupun masyarakat.
Masyarakat
pada suatu kelompok etnis yang memiliki nilai-nilai tradisional berupa
kepercayaan bahwa ada kekuatan supernaturalistik, turut mempengaruhi proses
kehidupan seseorang. Untuk menyeimbangkan kekuatan supernaturalistik dengan
proses kehidupan seseorang atau masyarakat, dilakukan acara-acara ritual.
Pelaksanaan acara ritual, menimbulkan biaya sebagai beban individu dan
masyarakat, berlanjut pada penurunan kemampuan dan keinginan membayar (ability
to pay dan willingness to pay) pemenuhan kebutuhan kesehatan dan non
kesehatan di keluarga.
Budaya juga
dapat membentuk kepribadian seseorang. Hal ini tercermin dari persepsi mereka
tentang suatu obyek maupun fenomena disekitarnya. Persepsi mereka tentang kinerja
provider, harus sesuai dengan harapan yang mereka miliki. Harapan sebagai
derivasi kebutuhan bukan saja pada aspek medis, tetapi aspek non medis yang
berhubungan dengan tingkat kepuasan sesuai nilai-nilai budaya pasien. Aspek non
medis belum diletakkan sejajar dengan aspek medis dalam konsep pelayanan yang
berorientasi pada kebutuhan pasien. Konsep pelayanan kesehatan menurut provider
adalah menerapkan standar pelayanan sesuai etika dan profesi medis. Kesenjangan
antara harapan sebagai kebutuhan konsumen dengan kenyataan yang diterima
pengguna pelayanan kesehatan ibu dan anak, akan menimbulkan ketidakpuasan
masyarakat.
Dalam
masyarakat tradisional yang mempunyai nilai-nilai tradisi, hubungan keagenan
tidak hanya pada pasar pelayanan kesehatan, tetapi terjadi juga sebelum menjadi
permintaan actual. Hubungan keagenan di luar pasar pelayanan dilakukan
oleh kelompok referensi dalam keluarga, masyarakat, atau kelompok organisasi.
Sedangkan pada proses pelayanan kesehatan, kemungkinan provider menyarankan
pasien melakukan pelayanan intensif atau merujuk pasien ke tingkat pelayanan
yang lebih tinggi. Kelompok referensi mengeksposisi seseorang ke dalam perilaku
baru, menciptakan tekanan-tekanan untuk memilih produk dan merek suatu barang
dan jasa, serta mempengaruhi sikap orang tersebut seperti yang diinginkan (kotler
dan amstrong, 1994).
Engel et al. (1994)
mendefinisikan budaya sebagai nilai, gagasan, artefak, dan symbol bermakna
membantu individu berkomunikasi, membuat tafsiran, dan melakukan evaluasi
terhadap fenomena yang ada disekitarnya. McCracken (dalam Engel et
al., 1994), mengartikan budaya sebagai “lensa” dan “cetak biru”.
Sebagai “lensa”, budaya digunakan manusia untuk memandang fenomena, bagaimana
fenomena dipahami dan diterima. Sebagai “cetak biru” budaya sebagai landasan
kegiatan manusia dalam menentukan koordinat tindakan social dan kegiatan
produktif, dan menetapkan perilaku masyarakat dalam menyikapi dan memberikan
makna suatu obyek.
WHO (1984 dalam Notoatmodjo, 1993) mengemukakan bahwa perilaku seseorang ditentukan atau
fungsi dari pemikiran dan perasaan seseorang (pengetahuan, persepsi, sikap,
kepercayaan, dan penilaian seseorang terhadap obyek), adanya orang lain sebagai
referensi, fasilitas-fasilitas(uang, waktu, tenaga) yang dapat mendukung perilaku,
dan budaya masyarakat (adapt istiadat). Secara matematis, dirumuskan sebagai
berikut :
B = f (TF,PR,R,C)
Keterangan : B= Behavior
F= fungsi
TF= Thought and feeling
PR= Personal references
R= Resources
C= Culture
Budaya
bersama dengan unsur-unsur ekonomi di dalam masyarakat menentukan proses
pengambilan keputusan konsumen. Engel et al (1994) mengemukakan bahwa
budaya mempengaruhi struktur konsumsi, bagaimana individu mengambil keputusan
pembelian, dan mengekspresikan kepuasan tentang kualitas barang atau jasa.
Dari
beberapa teori di atas, disimpulkan bahwa budaya sebagai predisposisi perilaku
konsumen (pengetahuan, sikap, dan tindakan, dan persepsi) seseorang. Budaya ini
pula membentuk rasionalitas seseorang menggunakan sumber daya (uang, waktu, dan
tenaga) dan mengalokasi sumber daya kedalam pilihan tindakan diantara berbagai
kemungkinan yang tersedia, ketika berada dalam suatu situasi pembelian
(pelayanan kesehatan dan lainnya) guna memenuhi kebutuhannya.
Biaya menurut Mills dan Gilson (1990) merupakan pengorbanan yang diperlukan untuk memperoleh
barang dan jasa; berarti melakukan persamaan antara pengorbanan dan harga. Kotler
dan Andereasen (1995) berpendapat bahwa pembayaran sejumlah uang dalam
suatu proses transaksi, hanyalah salah satu bentuk pengorbanan atau biaya dalam
makna ekonomi tradisional. Dalam teori pertukaran, Kotler dan Andreasen (1995)
menyatakan bahwa pertukaran antara dua belah pihak menimbulkan keuntungan pada
satu sisi berarti biaya disisi lain. Pertukaran dibidang pelayanan, supplier
memberikan kepada konsumen dalam bentuk kualitas pelayanan, lingkungan nyaman
dan jaminan kepuasan, sedangkan bagi supplier menimbulkan biaya. Di lain pihak,
konsumen membayarkan uang dalam pertukaran tersebut untuk memperoleh manfaat
dari jasa, dan menimbulkan keuntungan bagi supplier.
Melestarikan
budaya melalui acara ritual, memerlukan pengorbanan berupa biaya yang
ditanggung oleh anggota komunitas budaya tersebut. Mills dan Gilson (1990)
menyatakan bahwa jika ada kegiatan yang menimbulkan beban biaya bagi masyarakat
umum, maka nilai seluruh kerugian moneter dari masyarakat disebut biaya social
(society cost), jika hanya menjadi beban biaya individu, disebut
biaya pprivat (private cost).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa biaya sosial merupakan penjumlahan dari biaya privat
sebagai pengeluaran moneter akibat kepercayaan, mengakibatkan opportunity
cost bagi pengeluaran bidang kesehatan dan non kesehatan di keluarga.
Sejauhmana biaya sosial dan biaya privat karena pelaksanaan acara ritual mempengaruhi
permintaan pelayanan kesehatan ibu dan anak, dan bagaimana persepsi masyarakat
terhadap biaya pelayanan kesehatan yang meliputi biaya acara ritual (biaya sosial dan biaya privat), biaya memperoleh pelayanan
(biaya transportasi, biaya waktu tunggu, tarif pelayanan dan pengobatan),
penelitian ini akan membuktikannya.
Pelayanan
kesehatan di puskesmas perlu melibatkan potensi-potensi yang ada di masyarakat dengan menggalang masyarakat untuk
ikut berperan serta dalam pembangunan dan pelayanan kesehatan yang dibentuk
dalam wadah yang disebut dengan PKMD (Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa).
Faktor
penting dalam dinamika persaingan adalah kedudukan pasien dalam pelayanan
kesehatan. Sebagaimana pemasok, daya
tawar pasien sebagai pembeli akan kuat apabila pembeli berjumlah banyak
dan bergabung dalam suatu organisasi yang kuat. Daya tawar pembeli pelayanan
kesehatan di perkuat dengan berdirinya
Yayasan Lembaga Konsumen termasuk yang berkosentrasi pada sektor kesehatan
seperti Yayasan lembaga Konsumen Kesehatan yang berada di Jakarta. Lebih lanjut
saat ini telah ada Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan yang memberikan jasa
tindakan hukum bagi pasien yang membutuhkan. Faktor lain yang memperkuat daya
tawar pasien sebagai pembeli yaitu apa bila pelayanan jasa yang di beli
bersifat standar, atau tidak terdiferesiensi. Dengan demikian pasien mempunyai
banyak pilihan untuk mendapatkan
pelayanan. (Laksono Trisnantoro,2005)
Lebih
lanjut, Laksono mengatakan bahwa trend yang sama terjadi di berbagai Negara
adalah adanya kebijakan desentralisasi,termasuk otonomi lembaga pelayanan
kesehatan, kompetisi
diantara providers, peningkatan pelayanan kesehatan primer dan peningkatan mutu
pelayanan.
Di dalam pelayanan kesehatan sering
ditemukan istilah health need dan health demand. Keduanya mempunyai pengertian
dan konsep yang berbeda. Health need mempunyai 2 pengertian yaitu :
1.
Kebutuhan nyata
(Normative need) adalah merupakan perbandingan situasi
nyata dengan standar tertentu yang telah disepakati.
2.
Kebutuhan yang
dirasakan (feel need) adalah kebutuhan
yang dirasakan sendiri oleh individu. Sedang permintaan (demand) pelayanan
kesehatan menggambarkan keinginan individu yang dilatar belakangi oleh
kemampuan membayar, jadi merupakan normative need yang dinyatakan melalui
kemauan.
Dari kedua pengertian tersebut diatas
dapat dinyatakan bahwa pelayanan kesehatan mungkin secara normatif dibutuhkan
(needed) tapi tidak di minta (not need) ataupun sebaliknya mungkin diminta tetapi tidak dibutuhkan (not needed).
3.2. Pelayanan Umum
Dan Pelayanan Prima Dalam Pelayanan Kesehatan
Menpan,
1993, sasaran pembangunan aparatur Negara terutama ditujukan
untuk meningkatkan kemampuan dalam melayani, mengayomi dan menumbuhkan peran
aktif masyarakat dalam pembangunan, terutama yang berkaiatan dengan kualitas,
efesiensi dan efektifitas kegiatan.
Organisasi
pelayanan kesehatan rumah sakit, puskesmas dan sebagainya memberikan pelayanan
kepada masyarakat :
1.
Pelayanan medis, misalnya : persalinan, kandungan, pelayanan, obat-obatan
dsb.
2.
Pelayanan non medis (Umum), misalnya : keamanan, kenyamanan, kejelasan
infoamasi, keramahan, kecekatan, waktu tunggu yang cepat, kebersihan, kemudahan
administrasi dsb.
Pengertian
pelayanan Umum :
Segala bentuk
kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di
daerah, dan lingkungan badan usaha milik negara/daerah dalam bentuk barang atau
jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat mamupun dalam
rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Instansi
pemerintah adalah satuan kerja atau organisasi departemen atau
lembaga pemerintah nono departemen, instansi pemerintah lainya, baik ditingkat
pusat maupun daerah, termasuk BUMN/BUMD.
Tata laksana adalah segala aturan yang ditetapkan oleh pimpinan
instasni pemerintah yang menyangkut tata cara, prosedur dan sistem kerja dalam
melaksanakan kegiatan yang berkenaan dengan penyelenggaraan tugas dan fungsi
pemerintah dalam pembangunan di bidang pelayanan umum.
Tata kerja adalah cara-cara pelaksanaan kerja yang efesien mungkin
mengenai sesuatu tugas dengan mengingat segi-segi tujuan, peralatan, fasilitas, peralatan, tenaga,
waktu, ruang dan biaya yang tersedia.
Prosedur
kerja adalah rangkaian tata kerja yang berkaitan dengan satu
sama lain, sehingga menunjukan adanya urutan tahapan secara jelas dan pasti
serta cara-cara yang harus ditempuh dalam rangka penyelesaian suatu bidang
kerja.
Sistem kerja adalah rangkaian tata kerja dan prosedur kerja yang
membentuk suatu kebulatan pola kerja tertentu dalam rangka mencapai suatu hasil
kerja yang diharapkan.
Wewenang adalah hak seorang pejabat untuk mengambil tindakan dalam
rangka pelaksanaan tugas dan fungsi dibidang pelayanan umum sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Biaya
pelayanan adalah segala biaya dengan nama atau sebutan apapun
sebagai imbalan atas pemberian pelayanan umum yang besarnya dan tata cara
pembayaran ditetapkan oleh pejabat yang berwewenang sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pemberi
pelayanan adalah pejabat atau pegawai instansi pemerintah yang
melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pelayanan umum.
Penerima
pelayanan adalah orang atau badan hukum yang menerima pelayanan
dari instasni pemerintah.
Hakikat pelayanan
Umum :
1.
Meningkatkan mutu
dan produktifitas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah dibidang
pelayanan umum
2.
Mendorong upaya
pengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan, sehingga pelayanan umum dapat
diselenggarakan secara lebih berdaya guna dan berhasil guna.
3.
Mendorong tumbuhnya
kreaktifitas, prakarsa dan peran serta masyarakat dalam pembangunan serta meningatkan
kesehjatraan masyarakat luas.
Asas pelayanan umum
:
1.
Hak dan kewajiban
harus jelas dan pasti
2.
Berdasarkan
peraturan, efisiensi dan efektif
3.
Bermutu
4.
Peran serta
masyarakat.
Tata laksana
pelayanan Umum :
1.
Sederhana
2.
Jelas dan pasti
3.
Aman
4.
Keterbukaan
5.
Efisiensi
6.
Ekonomis
7.
Adil dan merata
8.
Tepat waktu
Pola
penyelenggaraan tata laksana pelayanan umum :
1.
Pola pelayanan
fungsional, yaitu pola pelayanan umum yang diberikan oleh suatu
instansi pemerintah sesuai dengan tugas fungsi dan wewenang
2.
Pola pelayanan satu
pintu, yaitu pola pelayanan umum yang diberikan secara tunggal
oleh instasni pemerintah berdasarkan pelimpahan wewenang dari instansi
pemerintah terkait lainya yang bersangkutan
3.
Pola pelayanan satu
atap adalah pola pelayanan umum yang diberikan secara terpadu
pada suatu tempat / lokasi oleh beberapa instansi pemerintah yang bersangkutan
sesuai keweangan masing-masing
4.
Pola pelayanan
secara terpusat, yaitu pola pelayanan umum yang
diberikan oleh suatu onstasni pemerintah yang bertindak selaku koordinator
terhadap pelayanan instasni pemerintah lainya terkait dengan bidang pelayanan
umum yang bersngkutan.
Penyusunan tata
laksana pelayanan umum :
1.
Landasan hukum
pelayanan umum
2.
Maksud dan tujuan
pelayanan umum
3.
Alur proses /tata
cara pelayanan umum
4.
Persyaratan yang
harus dipenuhi baik tehnis maupun administrasi
5.
Tata cara penilaian
untuk memberikan kepastian kepada masyarakat atas persetujuan dan penolakannya
6.
Rincian biaya jasa
pelayanan umum dan tata cara pembayaran
7.
Waktu penyelesaian
pelayanan umum\
8.
Uraian mengenai hak
dan kewajiban pihak pemberi pelayanan dan penerima pelayanan umum.
9.
Penunjukan pejabat
penerima keluhan masyarakat
Kewenangan
penetapan tata laksana pelayanan umum
1.
Di tetapkan dengan
keputusan pimpinan instasni pemerintah dan atau pimpinan BUMN/BUMD apabila
secara fungsional dan keseluruhan proses pelayanan umum dilakukan satu intasni
pemerintah
2.
Merupakan
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan
3.
Di tetapkan dengan
perda atau kep gubernur/bupati/walikota atau pimpinan instansi vertikal
didaerah, apabila meruapakan kewenangan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
4.
Merupakan jabatan
lebih lanjut dari pedoman umum yang sudah ditetapkan oleh instansi tingkat
atasnya.
5.
Mempunyai ruang
lingkup/jangkauan yang lebih bersifat tehnis operasional
6.
Sifat pelayanannya
memerlukan penyesuaian terhadap situasi dan kondisi setempat.
Biaya
pelayanan Umum
Besarnya
tarif pelayanan umum perlu memperhatikan :
1.
Tingkat kemampuan
dan daya beli masyarakat
2.
Nilai barang dan
atau jasa dari hasil pelayanan umum
3.
Terhadap jenis
pelayanan umum yang memerlukan penelitian/pemeriksaan maka biaya
penelitian/pemeriksaan harus jelas rinciannya.
4.
Mendapat persetujuan
terlebih dahulu dari mentri keuangan sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
5.
Tarif pelayanan
yang ditetapkan oleh pemda dilaksanakan sesuai dengan Inpres n0. 16 tahun 1980
tentang penyusunan dan pengesahan peraturan daerah mengenai pajak daerah tingkat
I, pajak daerah TK II dan retribusi daerah TK I.
Pengawasan
dan pengendalian :
1.
Pengawasan dan
pengendalian tatalaksana layanan umum dilakukan melalui pengawasan atasan
langsung maupun pengawasan fungsional sesuai ketentuan yang berlaku
2.
Pengawasan
masyarakat yang berupa laporan atau atau pengaduan layanan umum, wajib
diperhatikan oleh pimpinan instasni pemerintah yang bersangkutan dan dalam hal
ini diperlukan penyelesaian, diambil langkah-langkah untuk mengatasinya.
Penyelesaian
persoalan dan sengketa :
1.
Dalam hal terjadi
sengketa atau persoalan pelayanan umum tidak dapat diselesaikan, maka pemohon
pelayanan dapat mengajukan pengaduan kepada pimpinan instansi pemerintah yang
bersangkutan atau pejabat yang ditunjuk
2.
Atasan langsung
atau pimpinan instasni wajib mengambil langkah-langkah penyelesaian terhadap
pengaduan dimaksud
3.
Dalam hal tidak
terselesaikannya persoalan atau sengketa dimaksud, maka penyelesaian dapat
ditempuh melalui jalur hukum yang pengadilan tata usaha negara setempat
4.
Keputusan
pengadilan tata usaha negara wajib dilaksanakan oleh pihak yang bersangkutan.
Kriteria
pelayanan masyarakat yang baik (Kep Menpan no. 06 tahun 1995):
1.
Sederhana
2.
Jelas dan pasti
3.
Aman
4.
Keterbukaan
5.
Efisien
6.
Ekonomis
7.
Adil dan merata
8.
Tepat waktu
Pelayana
Prima (Excellenct service) adalah Usaha
melayani kebutuhan orang lain atau membantu menyiapkan apa yang diperlukan
seseorang yang bermutu dan memuaskan
Unsur-unsur
pelayanan prima seperti yang dimaksud dalam Kep Menpan no. 06 tahun 1995):
1.
Sederhana
2.
Jelas dan pasti
3.
Aman
4.
Keterbukaan
5.
Efisien
6.
Ekonomis
7.
Adil dan merata
8.
Tepat waktu
Perilaku
dalam pelayanan prima
Perilaku
yang baik dalam memberikan pelayanan menurut De Vriye, et al :
1.
Self Estem,
Penghargaan terhadap diri sendiri
2.
Exceed
Expectations, Melampaui haran.
3.
Recovery,
Pembenahan.
4.
Vision, erat
kaitanya denga visi organisasi
5.
Improve, perbaikan
atau peningkatan.
6.
Care, perhatian.
7.
Empower,
pemberdayaan
Penyelesaian
masalah dalam pelayanan prima dengan metode siklus PDCA :
1.
Identifikasi
masalah dan menetapkan prioritas masalah
2.
Mencari sebab-sebab
masalah dan sebab masalah yang menonjol
3.
Mencari solusi dan
merencanakan solusi utama (plan)
4.
Melaksanakan solusi
dengan tepat (do)
5.
Memeriksan hasil
pelaksanaan (Chek)
6.
Menjaga dengan baik
apabila solusi telah sesuai dan tepat untuk meningkatkan mutu pelayanan serta
emmbuat standar-standar atau pedoman, serta menglomunikasikan standar pelayanan
kepada pihak pelanggan.
Pelayanan
prima dalam bidang kesehatan :
Berdasarkan
instruksi menkes no 828/menkes/vii/1999 tentang pelaksanaan pelayanan prima
bidang kesehatan, dijelaskan hal-hal sebagai berikut :
1.
Mengupayakan
paparan yang jelas melalui papan informasi atau petunjuk yang mudah dipahami
dan diperoleh pada setiap tempat/lokasi pelayanan sesuai dengan kepentingannya
menyangkut prosedur/tata cara pelayanan, biaya/tarif pelayanan serta
jadwal/waktu pelayanan.
2.
Setiap peraturan
tentang prosedur/tata cara/petunjuk seperti yang dimaksud diatas harus
dilakukan secara tepat, konsisten dan konsekwen sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
3.
Hak dan kewajiban
pemberi dan penerima pelayanan diatur secara jelas setiap persyaratan yang
diwajibkan dalam rangka menerima pelayanan harus mudah diperoleh dan berkaitan
langsung dengan kepentingan pelayanan serta tidak menambah beban masyarakat
penerima pelayanan
4.
Tersedia loket
informasi dan kotak saran bagi penerima pelayanan yang mudah dilihat/dijumpai
pada setiap tempat pelayanan.
5.
Penanganan proses
pelayanan sedapat mungkin dilakukan oleh petugas yang berwewenang atau
kompoten, mampu, terampil dan profesional sesuai spesifikasi tugasnya.
6.
Selalu diupayakan untuk
menciptakan pola pelayanan yang tepat sesuai dengan sifat dan jenis pelayanan
yang bersangkutan dengan mepertimabngkan efisiensi dan efektifitas dalam
pelaksanaannya.
7.
Biaya/tarif harus
ditetapkan secara wajar dengan memperthitungkan kemampuan masyarakat.
8.
Pemberian pelayanan
dilakukan secraa tertib, teratur dan adil, tidak memebdakan status sosial
masyarakat.
9.
Kebersihan dan
sanitasi lingkungan tetapat dan fasilitas pelayanan harus selalu dijamin
pelaksanaan kebersihannya secara rutin dan penyediaan fasilitas pembuangan
sampah/kotoran sesuai dengan kepentingannya.
10.
Selalu diupayakan
agar petugas memberi pelayanan dengan sikap ramah, sopan serta berupaya
meningkatkan kinerja pelayanan secara optimal dengan kemampuan pelayanan yang
tersedia dalam jumlah dan jenis yang cukup.
Pelayanan
Medis yang baik :
1.
Praktek kedokteran
(pengobatan) yang rasional yang berdasarkan ilmu pengetahuan
2.
Menekankan
pencegahan
3.
Memerlukan keja
sama yang cerdik antara pasien awan dan para praktisi yang ilmiah medis
4.
Memperlakukan
individu seutuhnya
5.
Mempertahankan
hubungan pribadi yang akrab dan berkesinambungan antara dokter dan pasien
6.
Dikoordinasikan
dengan pekerjaan kesehjatraan sosial
7.
Mengkoordinasikan
semua jenis pelayanan kesehatan
8.
Pelaksanaan semua
jenis pelayanan dari ilmu kedokteran modern sesuai dengan kebtuhan semua orang
3.3. Paradigma
Pelayanan kesehatan
Pola
pelayanan kesehatan bersifat dinamis mengikuti perkembangan keadaan dan masalah
serta lingkungan dalam arti luas : politik, ekonomi, tekonologi, sosial, budaya
masyarakat yang dilayani. Lingkungan fisik dan lingkungan biologik matra darat,
laut dan udara termasuk emigran, transmigrasi, menjadikan model dan pola
pelayanan kesehatan menyesuaikan. Ada perbedaan atau pergeseran pola makan dan
pola penyakit akan membawa pula pergeseran kebijakan program kesehatan.
Perubahan pandangan yang terdapat di masyarakat tentang kesehatan karena
meningkatnya pendidikan dan pengetahuan tentang sakit atau tidak sakit
berkaitan dengan masalah pembiayaanya, akan mengubah pola pikir dan tindak.
Sehingga timbul pergeseran yang semula berorientasi pada penyembuhan penyakit dan
rehabilitatif menjadi orientasi pada pencegahan dan peningkatan kesehatan atau
dengan kata lain bergeser dari paradigma lama ke paradigma baru.
RAKERKESNAS-1999 di jakarta,
bahwa paradigma sehat adalah sebagai cara pandang atau pola pikir pembangunan kesehatan
yang bersifat holistik, proaktif-antisipatif, melihat masalah kesehatan sebagai
masalah yang dipengaruhi oleh banyak faktor secara dinamis dan bersifat lintas
sekotora dalam suatu wilayah. Untuk melindungi, meningkatkan dan memelihara
derajat kesehatan penduduk, diperlukan upaya yang dilaksanakan secara holistik
oleh sektor kesehatan dengan memperhatikan faktor yang berpengaruh terhadap
derajat kesehatan, dilakukan secara sistematis, proaktif-antisipatif melalui
pendekatan lintas sekotra dan ekemitraan dengan basis wilayah.
Paradigma sehat juga merupakan model
pembangunan kesehatan yang berorientasi pada peningkatan, pemeliharaan dan
perlindungan penduduk yang sehat, dan bukan hanya penyembuhan pada orang sakit.
Sehingga kebijakan pembangunan kesehatan perlu lebih ditekankan pada upaya
preventif dan promotif, dengan maksud meningkatkan, memelihara, dan melindungi
orang sehat agar tetap sehat, atau lebih sehat, sedangkan yang sakit perlu
disembuhkan agar secepatnya menjadi sehat dan produktif.
3.2. Karakteristik Pelayanan Kesehatan.
Dibandingkan
dengan kebutuhan hidup manusia yang lain, kebutuhan pelayanan kesehatan
mempunyai tiga ciri utama yang terjadi sekaligus dan unik yaitu : uncertainty,
asymetri of information dan externality (Evans, 1984). Menurut Evan,
ketiga ciri utama tersebut menyebabkan pelayanan kesehatan sangat unik
dibandingkan dengan produk atau jasa lainnya. Keunikan yang tidak diperoleh
pada komoditas lain inilah yang mengharuskan kita membedakan perlakuan atau
intervensi pemerintah.
1. Uncertainty.
Uncertainty atau ketidakpastian menunjukkan bahwa kebutuhan akan
pelayanan kesehatan tidak bisa pasti, baik waktu, tempat maupun besarnya biaya
yang dibutuhkan. Dengan ketidakpastian ini sulit bagi seseorang untuk
menganggarkan biaya untuk memenuhi kebutuhan akan pelayanan kesehatannya.
Penduduk yang penghasilannya rendah tidak mampu menyisihkan sebagian
penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan yang tidak diketahui datangnya, bahkan
penduduk yang relatif berpendapatan memadai sekalipun seringkali tidak sanggup
memenuhi kecukupan biaya yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan medisnya..
Maka dalam hal ini seseorang yang tidak miskin dapat menjadi miskin atau
bangkrut mana kala ia menderita sakit.
2. Asymetry of
Information.
Sifat kedua asymetry
of Information menunjukkan bahwa konsumen pelayanan kesehatan
berada pada posisi yang lemah sedangkan provider ( dokter dan petugas kesehatan
lainnya ) mengetahui jauh lebih banyak tentang manfaat dan kualitas pelayann
yang dijualnya. Ciri ini juga ditemukan oleh para ahli ekonomi kesehatan lain
seperti Feldstein, Jacos, Rappaport, dan phelps, sedangkan pada jasa kecantikan
dan beras sifat asymetry information hampir tidak nampak.
Konsumen
tahu berapa harga pasar, apa manfaat yang dinikmatinya, bagaimana kualitas
berbagai layanan dan seberapa besar kebutuhannya. Dalam pelayanan kesehatan,
misalnya kasus ekstrim pembedahan, pasien hampir tidak memiliki kemampuan untuk
mengetahui apakah ia membutuhkan pelayanan tersebut atau tidak. Kondisi ini
sering dikenal dengan consumen ignorence atau konsumen yang
bodoh, jangankan ia mengetahui berapa harga dan berapa banyak yang diperlukan ,
mengetahui apakah ia memerlukan tindakan bedah saja tidak sanggup dilakukan
meskipun pasien mungkin seorang profesor sekalipun.
Dapat
dibayangkan bahwa jika provider atau penjual memaksimalkan laba dan
tidak mempunyai integritas yang kuat terhadap norma-norma agama dan sosial
sangat mudah terjadi penyalagunaan atau moral hazard yang dapat dilakukan oleh provider.
Sifat asymetry
ini memudahkan timbulnya supply induce demand creation yang
menyebabkan keseimbangan pasar tidak bisa tercapai dalam pelayanan kesehatan.
Maka jangan heran jika dalam pelayanan kesehatan supply meningkat tidak
menurunkan harga dan kualitas meningkat, yang menjadi justru sebaliknya yaitu
peningkatan harga dan penurunan kualitas ( pemeriksaan yang tidak periu).
3. Externality.
Externality menunjukkan
bahwa komsumsi pelayanan kesehatan tidak saja mempengaruhi pembeli tetapi
juga bukan pembeli.. Contohnya adalah komsumsi rokok yang mempunyai resiko
besar pada bukan perokok, akibat dari ciri ini, pelayanan kesehatan membutuhkan
subsidi dalam berbagai bentuk, oleh karena pembiayaan pelayanan kesehatan tidak
saja menjadi tanggung jawab diri sendiri, akan tetapi perlunya digalang
tanggung jawa bersama ( publik ). Ciri unik tersebut juga dikemukakan oleh
beberapa ahli ekonomi kesehatan seperti Feldstein ( 1993 ).
3.3. Indikator,
Kriteria dan Standard Pelayanan kesehatan
3.3.1. Pengertian
indikator, kriteria dan standard.
Indikator
Indikator adalah petunjuk atau tolak ukur./Indikator adalah
fenomena yang dapat diukur
Contoh indikator
atau tolak ukur status kesehatan antara lain adalah
angka kematian ibu, angka kematian bayi, status gizi.
Indikator pelayanan
kesehatan dapat mengacu pada indikator yang relevan berkaitan dengan struktur,
proses dan outcome
Indikator
struktur
-
Tenaga kesehatan
profesional
-
Biaya yang tersedia
-
Obat-obatan dan
alat kesehatan
-
Metode atau standard
operation
Indikator
proses
Memberikan
petunjuk tentang pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan, prosedur asuhan yang
ditempuh oleh tenaga kesehatan dalam menjalankan tugasnya.
Indikator
Outcome
Merupakan Indikator
hasil luaran input dan proses seperti : BOR, LOS, TOI dan Indikator
klinis lain seperti : angka kesembuhan penyakit, angka kematian 48 jam, angka
infeksi nosokomial, dsb.
Kriteria
Indikator
dispesifikasikan dalam berbagai kriteria. Sebagai contoh
-
Indikator status
gizi sebagi indikator status kesehatan anak, dapat dispesifikan lagi menjadi
kriteria : tinggi badan, berat badan anak.
Standar
Setelah
kriteria ditentukan dibuat standar-standar yang eksak dan dapat dihitung
kuanitatif, yang biasanya mencakup hal-hal yang baik. Misalnya : panjang badan
bayi baru lahir yang sehat rata-rata (standarnya) adalah 50 CM. Berat badan
bayi yang baru lahir yang sehat standard adalah 3 Kg. Rasio yang baik untuk
dokter puskesmas standarnya adalah 1 : 30. 000 penduduk. Rasio yang baik untuk
dokter spesialis adalah 1 : 300. 000 penduduk. Standar kebutuhan tenaga perawat
di RS adalah rasio 1 : 10 tempat tidur.
Ada lima kunci
untuk mengukur masing-masing output ;
1.
Target : anggaran atau penampilan yang ingin dicapai
2.
Perkiraan : tingkat penampilan yang diperkirakan yang mungkin lebih
baik atau lebih buruk dari target tergantung pada situasi bisnis yang sedang
berlangsung
3.
Kenyataan : tingkat nyata sesunggguhnya penampilan yang dicapai
terhadap yang dijanjikan.
4.
Problem : perbedaan antara keadaan yang sesungguhnya dengan
tingkatan target penampilan, dimana keadaan sesungguhnya adalah lebih jelek
daripada target.
5.
Peluang : peluang untuk meningkatkan lebih baik daripada target
tanpa baiaya tambahan.
Indikator
Input
Indikator
daripada input : tersedianya tenaga kesehatan,
tersedianya anggarann kesehatan, perlengkapan dan obat-obatan, tersedianya
metode pemberantasan penyakit, standard operating prosedure klinis dan
sebagainya.
Indikator
proses
Dipandang
dari sudut manajemen yang diperlukan adalah pelaksanaan daripada fungsi-fungsi
manajemen seperti perencanaan, pengoorganisasia, penggerakan, pemantauan,
pengendalian dan penilaian.
Indikator
output
Merupakan
ukuran-ukuran khusus (kuantitas) bagi out put program seperti sejumlah
puskesmas yang berhasil dibangun, jumlah kadek kes yang dilatih, jumlah MCK
yang dibangun, jumlah pasien yang sembuh dsb.
Indikator
outcome (dampak jangka pendek)
Adalah
ukuran-ukuran dari berbagai dampak program seperti meningkatnya derajat
kesehatan anak balita, menurunkan angka kesakitan
Indikator
Impact (Dampak jangka panjang)
Seperti
meningkatnya umur harapan hidup, meningkatnya status gizi, dsb.
Indikator
penampilan (performance indikator)
Indikator penampilan dibagi 3 kelompok :
1.
Indikator
penampilan klinik, yang berhubungan dengan proses
pelayanan misalnya Lenght of stay (LOS), Turn over Interval (TOI), bed
Occupancy Rate (BOR) dsb.
2.
Indikator
penampilan keuangan (Financial Performance Indicator)
3.
Indikator
Penampilan tenaga (Man power indicator)
Contoh-contoh
indikator :
1.
Indikator kebijakan
kesehatan :
a.
Komitmen politis
pada tingkat tinggi terhadap kesehatan bagi semua
b.
Alokasi sumber daya
yang cukup untuk pelayanan kesehatan dasar
c.
Tingkat pemerataan
pembagian sumber daya
d.
Tingkat
keterlibatan masyarakat dalam mencapai kesehatan bagi semua
e.
Penyusunan suatu
kerangka organisasi dan manajerial yang sesuai dengan strategi nasional untuk
kesehatan bagi semua
f.
Manifestasi praktis
dari komitmen politik internasional untuk kesehatan bagi semua
2.
Indikator sosial
dan ekonomi :
a.
Laju pertumbuhan
penduduk
b.
Pendapatan nasional
Kotor (GNP) atau pendapatan domestik kotor (GDP)
c.
Distribusi
upah/pendapatan
d.
Tersedianya
pekerjaan
e.
Kecukupan perumahan
yang dinyatakan dalam jumlah oragn per kamar
f.
Tersedianya energi
per kapita
3.
Indikator-indikator
penyedia pelayanan kesehatan
a.
Ketersediaanya
b.
Aksesbilitas secara
fisik
c.
Aksesbilitas secara
ekonomi dan budaya
d.
Penggunaan
pelayanan
e.
Indikator-indikator
untuk menilai mutu pelayanan
4.
Indikator cakupan
pelayanan kesehatan dasar :
a.
Tingkat pengetahuan
di bidang kesehatan
b.
Tersedianya air di
rumah atau tempat yang jaraknya dapat dicapai dengan jalan kaki
c.
Fasilitas yang
cukup dirumah atau di dekat rumah
d.
Kemudahan
mendapatkan pelayanan kesehatan bagi ibu-ibu dan anak-anak
e.
Pertolongan
persalinan oleh petugas terlatih
f.
Prosentase anak
terancam risk yang telah di imunisasi terhadap penyakit infeksi masa
kanak-kanak
g.
Tersedianya
obat-obatan esensial sepanjang tahun
h.
Aksesbilitas
lembaga-lembaga rujukan
i.
Rasio jumlah
penduduk terhadap berbagai jenis tenaga kesehatan di pelayanan kesehatan dasar
dan di tingkat-tingkat rujukan
5.
Indikator status
kesehatan :
a.
Prosentase
bayi-bayi yang dilahirkan dengan berat badan pada waktu lahir paling sedikit
2500 g
b.
Prosentase anak
berat badannya menurut umur dengan norma-norma tertentu
c.
Indikator-indikator
perkembangan psikososial anak-anak
d.
Angka kematian bayi
e.
Angka kematian anak
f.
Angka kematian anak
dibawah lima tahun
g.
Harapan hidup pada
umur tertentu
h.
Angka kematian ibu
i.
Angka kematian
menurut jenis penyakit tertentu
j.
Angka cacat tubuh
k.
Indikator-indikator
patologi sosial dan mental, seperti angka-angka bunuh diri, kecanduan obat,
kejahatn, kenakalan remaja, minum minuman keras, merokok, kegemukan, penggunaan
obat-obat terlarang.
Daftar pustaka atau literaturnya dari buku apa ?....
BalasHapustolong kasih tau ?.....
Azrul azwar. Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi kedua Jakarta: PT. Binariya Aksara, 1988.
HapusWijono, Djoko, 1999., Manajemen Mutu pelayanan Kesehatan – Teori, Strategi dan Aplikasi, Airlangga University Press, Surabaya
refrensinya dong dikasih tau?
BalasHapusAzrul azwar. Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi kedua Jakarta: PT. Binariya Aksara, 1988.
HapusWijono, Djoko, 1999., Manajemen Mutu pelayanan Kesehatan – Teori, Strategi dan Aplikasi, Airlangga University Press, Surabaya.
Mantap pak....tulisannya banyak membantu saya....lanjutkan....!!!
BalasHapusterima kasih pak, tulisannya banyak membantu. daftar pustaka nya pun memudahkan saya untuk mencari bukunya...
BalasHapusterima kasih pak tulisannya membantu sekali :)
BalasHapusTerimakasih pak tulisannya sangat membantu,
BalasHapusSaya juga ingin bertanya apakah sudah ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pelayanan non medis?
Terima kasih
Terima kasih pak tulisan beserta referensinya sangat membantu :)
BalasHapusTerima Kasih pak dosenq sukses & sehat selalu aminnnn....
BalasHapus