Sabtu, 17 November 2012

KONSEP PELAYANAN KESEHATAN




A.     Pendahuluan

 
Tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia tidak bisa dipisahkan dari Perkembangan ilmu dan teknologi sekarang ini dan masa depan. Demikian pesatnya kemajuan sains seiring perubahan waktu. Hampir tidak terelakan lagi, aspek kehidupan harus menyesuaikan dengan arah perubahan tersebut. Pelayanan kesehatan pun demikian, sebagai akibat dari pergeseran pemanfaatan sumber daya yang menuntut efisiensi dan akselerasi. Relevansi dengan penyediaan pelayanan kesehatan saat ini, maka dipandang perlunya reformasi pelayanan kesehatan kearah layanan publik yang mengutamakan pemenuhan kebutuhan pelanggan, bukan pelayanan kesehatan yang ditentukan oleh penyelenggara pelayanan kesehatan itu sendiri. Pendeknya pergeseran pola pelayanan dari produk yang ditentukan oleh lembaga kesehatan melalui program-program yang dijabarkan oleh pemerintah ke arah pelayanan kesehatan yang bertumpu pada mekanisme pasar.                                      Terapan konsep pelayanan kesehatan terdahulu pula, kala itu perhatian pada dimensi tehnis pelayanan kesehatan, lebih dominan menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan bila dibandingkan dengan aspek manajemen itu sendiri. Adanya asumsi pimpinan lembaga kesehatan bahwa, untuk memudahkan pencapaian tujuan pelayanan kesehatan maka daya dukung sumberdaya harus disesuaikan dengan prosedur tehnis, guna memperkecil kemungkinan hambatan yang terjadi saat produktifitas. Sejalan kemajuan waktu, capaian kinerja pelayanan belum menunjukan akselerasi dengan pendekatan tehnis yang telah ditetapkan oleh kebijakan lembaga itu sendiri. Kesalahan berpikir pimpinan, menjadi kurang optimal dalam pelayanan kesehatan. Gaya kepemimpinan yang diterapkan bersifat kaku, mekanistik dan lambat dalam pengendalian produktifitas. Kondisi ini cenderung menciptakan organisasi klasik yang tidak berorientasi masa depan. 
            Bertolak dari gambaran sebagaimana yang telah dipaparkan diatas menjadi suatu asupan dalam memudahkan pengelolaan suatu pelayanan kesehatan. Saat ini penemuan-penemuan baru dalam kaitan pelayanan kesehatan, telah memperdalam pengembangan metode praktis pelayanan publik.

3.1.     Defenisi Pelayanan Kesehatan.

Defenisi pelayanan kesehatan cukup beragam pendapat dari para pakar. Salah satunya yang disampaikan oleh Levey dan Loomba (1973). Beliau mengatakan bahwa pelayanan kesehatan ialah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan keluarga, kelompok, dan ataupun masyarakat.
Dari defenis tersebut diatas dapat di peroleh bahwa ciri pelayanan kesehatan mengandung hal-hal sebagi beriut :
1.        Usaha sendiri
Setiap usaha pelayanan kesehatan bisa dilakukan sendiri ditempat pelayanan. Misalnya pelayanan dokter praktek.
2.       Usaha lembaga atau organisasi.
Setiap usaha pelayanan kesehatan dilakukan secara kelembagaan atau organisasi kesehatan ditempat pelayanan. Misalnya pelayanan kesehatan masyarakat di puskesmas.
3.       Memiliki tujuan  yang dicapai
Tiap pelayanan kesehatan memiliki produk yang beragam sebagai hasil ahir pelayanan yang pada tujuan pokoknya adalah peningkatan derajat kesehatan masyarakat atau person.
4.       Lingkup Program
Lingkup pelayanan kesehatan meliputi kegiatan pemeliharaan kesehatan, peningkatan kesehatan, pencengah penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan kesehatan, atau gabungan dari kseluruhan.
5.       Sasaran pelayanan.
Tiap pelayanan kesehatan menghasilkan sasaran yang berbeda, tergantung dari program yang akan dilakukan, bisa untuk perseorangan, keluarga, kelompok ataupun untuk masyarakat secara umum  

      Sesuai dengan batasan yang seperti ini, segera dipahami bahwa bentuk dan jenis pelayanan kesehatan yang dapat ditemukan banyak macamnya. Karena kesemuanya ini amat ditentukan oleh :
1.  Perorganisasian pelayanan, apakah dilaksanakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi.
2. Ruang lingkup kegiatan, apakah hanya mencangkup kegiatan pemeliharaan kesehatan, peningkatan kesehatan, pencengah penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan kesehatan, atau kombinasi dari padanya.
3. Sasaran pelayanan kesehatan, apakah untuk perseorangan, keluarga, kelompok ataupun untuk masyarakat secara keseluruhan.
Secara umum yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, kelompok, keluarga ataupun masyarakat (Asrul Aswar, 1996)
Tiga faktor yang mempengaruhi pelayanan kesehatan menurut azwar (1996). Pertama, unsur masukan meliputi tenaga medis, dana dan sarana yang tersedia sesuai kebutuhan. Kedua, unsure lingkungan meliputi kebijakan, organisasi dan manajemen. Ketiga, unsur proses meliputi tindakan medis dan tindakan non medis sesuai standar profesi yang telah ditetapkan.
Sekalipun bentuk dan jenis pelayanan kesehatan banyak macamnya namun jika disederhanakan secara umum dapat dibedakan atas 2. bentuk dan jenis pelayanan kesehatan tersebut, jika dijabarkan dari pendapat Hodgetts dan Cascio (1983) adalah :
1. Pelayanan kedokteran
Pelayanan kesehatan yang termaksud dalam kelompok pelayanan kedokteran (medical services) ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri (solo practice) atau secara bersama-sama dalam satu organisasi (institution), tujuan utamanya untuk menyembuhkan penyakit dan memilihkan kesehatan serta sasarannya terutama untuk perseorangan dan keluarga.
2.     Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan kesehatan yang termaksud dalam kelompok pelayanan kesehatan masyarakat (public health services) ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam satu organisasi, tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, serta sasarannya terutama untuk kelompok dan masyarakat.
      Secara sederhana, kedua pembagian yang seperti ini dapat digambarkan dalam bagan .1.
Perbedaan lebih lanjut dari kedua bentuk pelayanan kesehatani ini, dapat dilihat dari rincian Leavel dan Clark (1953), yang secara sederhana dapat diuraikan pada table .1.
Bagan .1
Pembagian pelayanan kesehatan

Table .1
Perbedaan pelayanan kedokteran dengan pelayanan kesehatan masyarakat

PELAYANAN KEDOKTERAN
PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT
·     Tenaga pelaksananya terutama adalah dokter
·     Perhatian utamnya pada penyembuhan penyakit
·     Sasaran utamnya adalah perseorangan atau keluarga
·     Kurang memperhatikan efisiensi
·     Tidak boleh menarik perhatian karena bertentangan dengan etik dokter
·     Menjalankan fungsi perseorangan dan terikat dengan undang-undang
·     Penghasilan diperoleh dari imbal jasa
·     Bertanggung jawab hanya pada penderita
·     Tidak dapat memonopoli upaya kesehatan dan bahkan mendapat saingan.
·     Masalah administrasi sangat sederhana.
·     Tenaga tenaga pelaksananya terutama adalah ahli kesmas
·     Perhatian utamnya pada pencegahan penyakit penyakit
·     Sasaran utamnya adalah masyarakat keseluruhan
·     Selalu memperhatikan efisiensi
·     Menarik perhatian masyarakat misalnya penyuluhan masyarakat
·     Menjalankan fungsi mengorganisir masyarakat dan didukung  dengan undang-undang
·     Penghasilan merupakan gaji dari pemerintah
·     Bertanggung jawab kepada seluruh masyarakat
·     Dapat memonopoli upaya kesehatan
·     Menghadapi berbagai persoalan kepemimpinan.


Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan
Sekalipun pelayanan kedokteran berbeda dengan pelayanan kesehatan masyarakat, namun untuk dapat disebut sebagai suatu pelayanan kesehatan yang baik, keduanya harus memiliki berbagai persyaratan pokok. Syarat pokok yang dimaksud ialah :
1.      Tersedia dan berkesinambungan
Syarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia di masyarakat (available) serta bersifat berkesinambungan (continous). Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaanya dalam masyarakakt adalah setiap saat yang dibutuhkan.
2.     Dapat diterima dengan wajar
Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah yang dapat diterima (acceptable) oleh masyarakat serta bersifat wajar (appropriate) artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan dan kepercayaan masyarakat serta bersifat tidak wajar, bukanlah suatu pelayanan kesehatan yang baik.
3.     Mudah dicapai
Syarat pokok ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah dicapai (accessible) oleh masyarakat. Pengertian ketercapaian yang dimaksudkan disini terutama dari sudut lokasi. Dengan demikian untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting. Pelayanan kesehatan yang terlalu terkonsentrasi di daerah perkotaan saja, dan sementara itu tidak ditemukan di daerah pedesaan, bukanlah pelayanan kesehatan yang baik.
4.    Mudah di jangkau
Syarat pokok keempat pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah dijangkau (affordable) oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan yang dimaksud disini terutama dari sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti ini harus dapat diupayakan biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mahal dan karena itu hanya mungkin di nikmati oleh sebagian kecil masyarakat saja, bukanlah pelayanan kesehatan yang baik.
5.     Bermutu
Syarat pokok kelima pelayanan kesehatan yang baik adalah yang bermutu (quality). Pengertian mutu yang dimaksud disini adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah di tetapkan.

Masalah Pelayanan Kesehatan
Sayangnnya sebagai akibat perkembangan ilmu dan tekhnologi kedokteran kelima persyaratan pokok ini sering kali tidak dipenuhi. Dengan telah berkembangnnya ilmu dan teknologi, terjadi beberapa perubahan dalam pelayanan kesehatan.
         Perubahan yang seperti ini di satu pihak memang mendatangkan banyak keuntungan seperti misalnya meningkatnya mutu pelayanan yang dapat dilihat dari makin menurunnya angka kesakitan, cacat, dan kematian serta meningkatnya umur harapan hidup rata-rata. Tetapi di pihak lain, perubahan yang seperti ini ternyata juga mendatangkan banyak masalah sebagai berikut :
1.      Terkotak-kotaknya pelayanan kesehatan
Timbulnya pengkotakan dalam pelayanan kesehatan (fragmented health services), erat hubungannya dengan munculnya spesialisasi dan sub spesialisasi dalam pelayanan kesehatan. Dampak negative yang ditimbulkan ialah menyulitkan masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan yang apabila, berkelanjutan pada gilirannya akan menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.
2.     Berubahnya sifat pelayanan kesehatan
Perubahan ini muncul sebagai akibat telah terkotak-kotaknya pelayanan kesehatan, yang pengaruhnya terutama ditemukan pada hubungan dokter pasien. Sebagai akibat munculnya spesialis dan sub spesialis menyebabkan perhatian penyelenggara pelayanan kesehatan tidak dapat lagi diberikan secara menyeluruh. Perhatian tersebut hanya tertuju kepada keluhan dan ataupun organ tubuh yang sakit saja.
         Perubahan sifat pelayanan kesehatan makin bertambah nyata, jika diketahui bahwa pada saat ini telah banyak dipergunakan pula berbagai peralatan kedokteran canggih. ketergantungan yang kemudian muncul terhadap berbagai peralatan kedokteran canggih tersebut, dapat menimbulkan berbagai dampak negative yang merugikan, yakni :
a.      Makin renggangnya hubungan dokter dan pasien antara dokter dan pasien telah terdapat suatu tabir pemisah yakni berbagai peralatan kedokteran yang dipergunakan tersebut.
b.      Makin mahalnya biaya kesehatan keadaan yang seperti ini mudah diperkirakan akan menyulitkan masyarakat dalam menjangkau pelayanan kesehatan.
         Kedua perubahan dengan dampak negative tersebut mau tidak mau akan mempengaruhi mutu pelayanan. Pelayanan Kesehatan yang hanya memperhatikan organ tubuh saja, tentu tidak akan berhasil secara sempurna menyelesaikan masalah kesehatan yang diderita seseorang.

Pelayanan Kesehatan Menyeluruh Dan Terpadu
Menyadari bahwa pelayanan kesehatan yang berkotak-kotak bukanlah pelayanan kesehatan yang baik, maka berbagai pihak berupaya mencari jalan keluar yang sebaik-baiknya. Salah satu dari jalan keluar tersebut ialah memperkenalkan kembali bentuk pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu (comprehensive and integrated health services).
         Pengertian pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu ada dua macam. Pertama, pelayanan kesehatan yang berhasil memadukan barbagai upaya kesehatan yang ada di masyarakat yakni, pelayanan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakitbserta pemulihan kesehatan. Suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu apabila kelima jenis pelayanan ini diselenggarakan bersamaan. Kedua, pelayanan kesehatan yang menerapkan pendekatan yang menyeluruh (holistic approach). Jadi tidak hanya memperhatikan keluhan penderita saja, tetapi juga berbagai latar belakang social ekonomi, social budaya, social psikologi, dan lain sebagainya. Suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu apabila pendekatan yang dipergunakan memperhatikan berbagai aspek kehidupan  dari para pemakai jasa pelayanan kesehatan.
            Tergantung dari filosofi serta perkembangan pelayanan kesehatan yang dimiliki oleh suatu Negara, maka upaya yang dilakukan untuk mewujudkan pelayana kesehatan yang menyeluruh dan terpadu ini agak berbeda. Secara umum upaya pendekatan yang dimaksud dapat dibedakan atas dua macam yakni,
1.      Pendekatan institusi
Jika pelayanan kesehatan masih bersifat sederhana maka kehendak untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu dilakukan melalui pendekatan institusi (institutional approach). Dalam arti penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilakukan dalam satu atap. Disini setiap bentuk dan jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dikelolah dalam satu instuisi kesehatan saja.
2.     Pendekatan system
Tentu mudah untuk dipahami untuk Negara yang pelayanan kesehatannya telah berkembang dengan pesat, pendekatan institusi telah tidak mungkin di terapkan lagi. Akibat makin kompleknya pelayanan kesehatan adalah mustahil untuk menyediakan semua bentuk dan jenis pelayanan dalam suatu institusi. Bukan saja akan menjadi terlalu mahal, tetapi yang terpenting lagi akan tidak efektif dan efisien. Disamping memang dalam kehidupan masyarakat moderen kini, telah terdapa apa yang disebut dengan spesialisasi, yang apabila dapat diatur dan dimanfaatkan dengan baik, akan dapat memberikan hasil yang lebih  memuaskan. Dalam keadaan yang seperti ini, kehendak untuk mewujudkan pelayanan keserhatan yang menyeluruh dan terpadu di lakukan melalui pendekatan system (system approach) pengertian pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu yang dsiterapkan saat ini, adalah dalam arti system. Disini pelayanan kesehatan di bagi atas beberapa strata,untuk kemudian antara satu strata dengan strata lainnya, di ikat dalam satu mekanisme hubungan kerja, sehingga secara keseluruhan membentuk suatu kesatuan yang terpadu.

Stratifikasi Pelayanan Kesehatan
         Strata pelayanan kesehatan yang dianut oleh tiap Negara tidaklah sama, namun secara umum berbagai strata ini dapat di kelompokkan menjadi tiga macam yakni :
1.      Pelayanan kesehatan tingkat pertama
Yang di maksud dengan pelayanan kesehatan tingkat pertama (primery health services) adalah pelayanan kesehatan yang bersifat pokok, yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat serta mempunyai nilai strategis untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pada umumnya pelayanan kesehatan tingkat pertama ini bersifat pelayanan rawat jalan.
2.     Pelayanan kesehatan tingkat kedua
Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan tingkat kedua adalah pelayanan kesehatan yang lebih lanjut, telah bersifat rawat inap dan untuk menyelenggarakannnya telah dibutuhkan tersediannya tenaga-tenaga spesialis.
3.     Pelayanan kesehatan tingkat ketiga
Yang di maksud dengan pelayanan kesehatan tingkat ketiga adalah pelayanan kesehatan yang bersifat lebih compleks dan umumnya diselenggarakan oleh tenaga-tenaga sub spesialis.

Sistem Rujukan
         Adapun yang dimaksud dengan system rujukan di Indonesia, seperti yang telah dirumuskan dalam SK mentri Kesehatan RI no. 32 tahun 1972 ialah suatu system penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertical dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horizontal dalam arti antar unit-unit yang setingkat kemampuannya.
         Macam rujukan yang berlaku diindonesia telah pula ditentukan. System kesehatan nasional membedakannya atas dua macam yakni :
1.      Rujukan kesehatan
Rujukan ini di kaitkan dengan upaya pencegahan penyakit dan peningkatan derajat kesehatan. Dengan demikian rujukan kesehatan pada dasarnya berlaku untuk pelayanan kesehatan masyarakat. Rujukan kesehatan dibedakan atas 3 macam yakni rujukan teknologi, sarana, dan operasional.
2.     Rujukan medik
Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan. Dengan demikin rujukan medik pada dasarnya berlaku untuk  pelayanan kedokteran.

















Bagan 2.
Rujukan pelayanan kesehatan



Sama halnya dengan rujukan kesehatan, rujukan medik ini dibedakan atas tiga macam yakni rujukan penderita, pengetahuan dan bahan-bahan pemeriksaan. Secara sederhana, kedua macam rujukan ini dapat di gambarkan dalam bagan 2.
         Apabila system rujukan ini dapat terlaksana, dapatlah diharapkan terciptannya pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu. Beberapa manfaat juga akan diperoleh yang jika ditinjau dari unsur pembentuk pelayanan kesehatan terlihat sebagai berikut :
1.      Dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan
Jika ditinjau dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan kesehatan, manfaat yang akan diperoleh antara lain :
a.      Membantu penghematan dana, karena tidak perlu menyediakan berbagai macam peralatan kedokteran pada setiap sarana kesehatan.
b.      Memperjelas system pelayanan kesehatan, karena terdapat hubungan kerja antara berbagai sarana kesehatan yang tersedia.
c.        Memudahkan pekerjaan administrasi, terutama pada aspek perencanaan.
2.     Dari sudut masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan
Jika ditinjau dari sudut masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan mamfaat yang akan diperoleh antara lain :
a.      Meringankan biaya pengobatan, karena dapat dihindari pemeriksaan yang sama secara berulang-ulang.
b.      Mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena telah diketahui dengan jelas fungsi dan wewenang setiap sarana pelayanan kesehatan.

3.   Dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan
Jika ditinjau dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara kesehatan manfaat yang akan di peroleh antara lain :
a.      Memperjelas jenjang karir tenaga kesehatan dengan berbagai akibat positif lainnya seperti semgangat kerja, ketekunan dan dedikasi.
b.      Membantu peningkatan pengetahuan dan keterampilan yakni melalui kerjasama yang terjalin.
c.        Memudahkan atau meringankan beban tugas, karena setiap sarana kesehatan mempunyai tugas dan kewajiban tertentu.
Berbagai program dan kegiatan di bidang pelayanan kesehatan telah dilakukan pemerintah dan swasta disetiap Negara, namun tidak seluruh penawaran pelayanan kesehatan dimanfaatkan oleh masyarakat, disebabkan adanya berbagai masalah di bidang ekonomi dan sosial budaya yang menghambat akses mereka menuju tempat-tempat pelayanan kesehatan.
Bagi masyarakat yang mempunyai nilai-nilai tradisional, kemungkinan prioritas pilihan pada pelaksanaan kegiatan-kegiatan ritual sebagai perwujudan kepercayaan yang mereka miliki, sedangkan pelayanan kesehatan diletakkan sebagai prioritas yang kurang penting. Cara pandang tentang sakit adalah bagian dari kutukan Tuhan, karena tingkah laku mereka kurang berkenan baik oleh sesama, alam, maupun pencipta. Pilihan sebagai keputusan menimbulkan biaya oportunis berupa; (1) seluruh atau sebagian pendapatan keluarga digunakan untuk membiayai acara-acara ritual, dan (2) hilangnya kesempatan memperoleh pelayanan kesehatan dan manfaat lainnya di keluarga.
Pada tingkat pasar, pelayanan kesehatan berkompetisi dengan pelayanan tradisional dilayani para dukun atau paranormal, dan konsumen berperilaku tradisionil sangat mungkin meminta pelayanan dukun untuk mengobati penyakitnya sebagai pelayanan substitusi dari pelayanan kesehatan modern. Jika pada pelayanan tradisional pasien merasa tidak sembuh, selanjutnya meminta pelayanan kesehatan modern sebagai alur rujukan. Setiap tahap pelayanan (tradisional dan modern) menimbulkan biaya yang ditanggung oleh pasien maupun keluarganya. Bagi ibu hamil, bersalin dan nifas yang merupakan anggota masyarakat tradisional, kemungkinan sulit terhindar dari siklus pengobatan tradisional, sebagaimana fenomena empiris, dan jika dikaji secara ekonomis menimbulkan biaya yang tidak sedikit baik pada tataran individu maupun masyarakat.
Masyarakat pada suatu kelompok etnis yang memiliki nilai-nilai tradisional berupa kepercayaan bahwa ada kekuatan supernaturalistik, turut mempengaruhi proses kehidupan seseorang. Untuk menyeimbangkan kekuatan supernaturalistik dengan proses kehidupan seseorang atau masyarakat, dilakukan acara-acara ritual. Pelaksanaan acara ritual, menimbulkan biaya sebagai beban individu dan masyarakat, berlanjut pada penurunan kemampuan dan keinginan membayar (ability to pay dan willingness to pay) pemenuhan kebutuhan kesehatan dan non kesehatan di keluarga.
Budaya juga dapat membentuk kepribadian seseorang. Hal ini tercermin dari persepsi mereka tentang suatu obyek maupun fenomena disekitarnya. Persepsi mereka tentang kinerja provider, harus sesuai dengan harapan yang mereka miliki. Harapan sebagai derivasi kebutuhan bukan saja pada aspek medis, tetapi aspek non medis yang berhubungan dengan tingkat kepuasan sesuai nilai-nilai budaya pasien. Aspek non medis belum diletakkan sejajar dengan aspek medis dalam konsep pelayanan yang berorientasi pada kebutuhan pasien. Konsep pelayanan kesehatan menurut provider adalah menerapkan standar pelayanan sesuai etika dan profesi medis. Kesenjangan antara harapan sebagai kebutuhan konsumen dengan kenyataan yang diterima pengguna pelayanan kesehatan ibu dan anak, akan menimbulkan ketidakpuasan masyarakat.
Dalam masyarakat tradisional yang mempunyai nilai-nilai tradisi, hubungan keagenan tidak hanya pada pasar pelayanan kesehatan, tetapi terjadi juga sebelum menjadi permintaan actual. Hubungan keagenan di luar pasar pelayanan dilakukan oleh kelompok referensi dalam keluarga, masyarakat, atau kelompok organisasi. Sedangkan pada proses pelayanan kesehatan, kemungkinan provider menyarankan pasien melakukan pelayanan intensif atau merujuk pasien ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi. Kelompok referensi mengeksposisi seseorang ke dalam perilaku baru, menciptakan tekanan-tekanan untuk memilih produk dan merek suatu barang dan jasa, serta mempengaruhi sikap orang tersebut seperti yang diinginkan (kotler dan amstrong, 1994).
Engel et al. (1994) mendefinisikan budaya sebagai nilai, gagasan, artefak, dan symbol bermakna membantu individu berkomunikasi, membuat tafsiran, dan melakukan evaluasi terhadap fenomena yang ada disekitarnya. McCracken (dalam Engel et al., 1994), mengartikan budaya sebagai “lensa” dan “cetak biru”. Sebagai “lensa”, budaya digunakan manusia untuk memandang fenomena, bagaimana fenomena dipahami dan diterima. Sebagai “cetak biru” budaya sebagai landasan kegiatan manusia dalam menentukan koordinat tindakan social dan kegiatan produktif, dan menetapkan perilaku masyarakat dalam menyikapi dan memberikan makna suatu obyek.
WHO (1984 dalam Notoatmodjo, 1993) mengemukakan bahwa perilaku seseorang ditentukan atau fungsi dari pemikiran dan perasaan seseorang (pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan, dan penilaian seseorang terhadap obyek), adanya orang lain sebagai referensi, fasilitas-fasilitas(uang, waktu, tenaga) yang dapat mendukung perilaku, dan budaya masyarakat (adapt istiadat). Secara matematis, dirumuskan sebagai berikut :
         B = f (TF,PR,R,C)
Keterangan :            B= Behavior
                     F= fungsi
                     TF= Thought and feeling
                     PR= Personal references
                     R= Resources
                     C= Culture
Budaya bersama dengan unsur-unsur ekonomi di dalam masyarakat menentukan proses pengambilan keputusan konsumen. Engel et al (1994) mengemukakan bahwa budaya mempengaruhi struktur konsumsi, bagaimana individu mengambil keputusan pembelian, dan mengekspresikan kepuasan tentang kualitas barang atau jasa.
Dari beberapa teori di atas, disimpulkan bahwa budaya sebagai predisposisi perilaku konsumen (pengetahuan, sikap, dan tindakan, dan persepsi) seseorang. Budaya ini pula membentuk rasionalitas seseorang menggunakan sumber daya (uang, waktu, dan tenaga) dan mengalokasi sumber daya kedalam pilihan tindakan diantara berbagai kemungkinan yang tersedia, ketika berada dalam suatu situasi pembelian (pelayanan kesehatan dan lainnya) guna memenuhi kebutuhannya.
Biaya menurut Mills dan Gilson (1990) merupakan pengorbanan yang diperlukan untuk memperoleh barang dan jasa; berarti melakukan persamaan antara pengorbanan dan harga. Kotler dan Andereasen (1995) berpendapat bahwa pembayaran sejumlah uang dalam suatu proses transaksi, hanyalah salah satu bentuk pengorbanan atau biaya dalam makna ekonomi tradisional. Dalam teori pertukaran, Kotler dan Andreasen (1995) menyatakan bahwa pertukaran antara dua belah pihak menimbulkan keuntungan pada satu sisi berarti biaya disisi lain. Pertukaran dibidang pelayanan, supplier memberikan kepada konsumen dalam bentuk kualitas pelayanan, lingkungan nyaman dan jaminan kepuasan, sedangkan bagi supplier menimbulkan biaya. Di lain pihak, konsumen membayarkan uang dalam pertukaran tersebut untuk memperoleh manfaat dari jasa, dan menimbulkan keuntungan bagi supplier.
Melestarikan budaya melalui acara ritual, memerlukan pengorbanan berupa biaya yang ditanggung oleh anggota komunitas budaya tersebut. Mills dan Gilson (1990) menyatakan bahwa jika ada kegiatan yang menimbulkan beban biaya bagi masyarakat umum, maka nilai seluruh kerugian moneter dari masyarakat disebut biaya social (society cost), jika hanya menjadi beban biaya individu, disebut biaya pprivat (private cost).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa biaya sosial merupakan penjumlahan dari biaya privat sebagai pengeluaran moneter akibat kepercayaan, mengakibatkan opportunity cost bagi pengeluaran bidang kesehatan dan non kesehatan di keluarga. Sejauhmana biaya sosial dan biaya privat karena pelaksanaan acara ritual mempengaruhi permintaan pelayanan kesehatan ibu dan anak, dan bagaimana persepsi masyarakat terhadap biaya pelayanan kesehatan yang meliputi biaya acara ritual (biaya sosial dan biaya privat), biaya memperoleh pelayanan (biaya transportasi, biaya waktu tunggu, tarif pelayanan dan pengobatan), penelitian ini akan membuktikannya.
Pelayanan kesehatan di puskesmas perlu melibatkan potensi-potensi yang ada di  masyarakat dengan menggalang masyarakat untuk ikut berperan serta dalam pembangunan dan pelayanan kesehatan yang dibentuk dalam wadah yang disebut dengan PKMD (Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa).
Faktor penting dalam dinamika persaingan adalah kedudukan pasien dalam pelayanan kesehatan. Sebagaimana pemasok, daya  tawar pasien sebagai pembeli akan kuat apabila pembeli berjumlah banyak dan bergabung dalam suatu organisasi yang kuat. Daya tawar pembeli pelayanan kesehatan di perkuat dengan  berdirinya Yayasan Lembaga Konsumen termasuk yang berkosentrasi pada sektor kesehatan seperti Yayasan lembaga Konsumen Kesehatan yang berada di Jakarta. Lebih lanjut saat ini telah ada Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan yang memberikan jasa tindakan hukum bagi pasien yang membutuhkan. Faktor lain yang memperkuat daya tawar pasien sebagai pembeli yaitu apa bila pelayanan jasa yang di beli bersifat standar, atau tidak terdiferesiensi. Dengan demikian pasien mempunyai banyak pilihan  untuk mendapatkan pelayanan. (Laksono Trisnantoro,2005)
Lebih lanjut, Laksono mengatakan bahwa trend yang sama terjadi di berbagai Negara adalah adanya kebijakan desentralisasi,termasuk otonomi lembaga pelayanan kesehatan, kompetisi diantara providers, peningkatan pelayanan kesehatan primer dan peningkatan mutu pelayanan. 
         Di dalam pelayanan kesehatan sering ditemukan istilah health need dan health demand. Keduanya mempunyai pengertian dan konsep yang berbeda. Health need mempunyai  2 pengertian yaitu :
1.        Kebutuhan nyata (Normative need) adalah merupakan perbandingan situasi nyata dengan standar tertentu yang telah disepakati.
2.       Kebutuhan yang dirasakan (feel need) adalah kebutuhan yang dirasakan sendiri oleh individu. Sedang permintaan (demand) pelayanan kesehatan menggambarkan keinginan individu yang dilatar belakangi oleh kemampuan membayar, jadi merupakan normative need yang dinyatakan melalui kemauan.
         Dari kedua pengertian tersebut diatas dapat dinyatakan bahwa pelayanan kesehatan mungkin secara normatif dibutuhkan (needed) tapi tidak di minta (not need) ataupun sebaliknya mungkin diminta  tetapi tidak dibutuhkan (not needed).
3.2. Pelayanan Umum Dan Pelayanan Prima Dalam Pelayanan Kesehatan
Menpan, 1993, sasaran pembangunan aparatur Negara terutama ditujukan untuk meningkatkan kemampuan dalam melayani, mengayomi dan menumbuhkan peran aktif masyarakat dalam pembangunan, terutama yang berkaiatan dengan kualitas, efesiensi dan efektifitas kegiatan.
Organisasi pelayanan kesehatan rumah sakit, puskesmas dan sebagainya memberikan pelayanan kepada masyarakat :
1.        Pelayanan medis, misalnya : persalinan, kandungan, pelayanan, obat-obatan dsb.
2.       Pelayanan non medis (Umum), misalnya : keamanan, kenyamanan, kejelasan infoamasi, keramahan, kecekatan, waktu tunggu yang cepat, kebersihan, kemudahan administrasi dsb.
Pengertian pelayanan Umum :
Segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah, dan lingkungan badan usaha milik negara/daerah dalam bentuk barang atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat mamupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Instansi pemerintah adalah satuan kerja atau organisasi departemen atau lembaga pemerintah nono departemen, instansi pemerintah lainya, baik ditingkat pusat maupun daerah, termasuk BUMN/BUMD.
Tata laksana adalah segala aturan yang ditetapkan oleh pimpinan instasni pemerintah yang menyangkut tata cara, prosedur dan sistem kerja dalam melaksanakan kegiatan yang berkenaan dengan penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintah dalam pembangunan di bidang pelayanan umum.
Tata kerja adalah cara-cara pelaksanaan kerja yang efesien mungkin mengenai sesuatu tugas dengan mengingat segi-segi tujuan, peralatan, fasilitas, peralatan, tenaga, waktu, ruang dan biaya yang tersedia.
Prosedur kerja adalah rangkaian tata kerja yang berkaitan dengan satu sama lain, sehingga menunjukan adanya urutan tahapan secara jelas dan pasti serta cara-cara yang harus ditempuh dalam rangka penyelesaian suatu bidang kerja.
Sistem kerja adalah rangkaian tata kerja dan prosedur kerja yang membentuk suatu kebulatan pola kerja tertentu dalam rangka mencapai suatu hasil kerja yang diharapkan.
Wewenang adalah hak seorang pejabat untuk mengambil tindakan dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi dibidang pelayanan umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Biaya pelayanan adalah segala biaya dengan nama atau sebutan apapun sebagai imbalan atas pemberian pelayanan umum yang besarnya dan tata cara pembayaran ditetapkan oleh pejabat yang berwewenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemberi pelayanan adalah pejabat atau pegawai instansi pemerintah yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pelayanan umum.
Penerima pelayanan adalah orang atau badan hukum yang menerima pelayanan dari instasni pemerintah.
Hakikat pelayanan Umum :
1.        Meningkatkan mutu dan produktifitas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah dibidang pelayanan umum
2.       Mendorong upaya pengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan, sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan secara lebih berdaya guna dan berhasil guna.
3.       Mendorong tumbuhnya kreaktifitas, prakarsa dan peran serta masyarakat dalam pembangunan serta meningatkan kesehjatraan masyarakat luas.
Asas pelayanan umum :
1.        Hak dan kewajiban harus jelas dan pasti
2.       Berdasarkan peraturan, efisiensi dan efektif
3.       Bermutu
4.       Peran serta masyarakat.
Tata laksana pelayanan Umum :
1.        Sederhana
2.       Jelas dan pasti
3.       Aman
4.       Keterbukaan
5.       Efisiensi
6.       Ekonomis
7.       Adil dan merata
8.       Tepat waktu
Pola penyelenggaraan tata laksana pelayanan umum :
1.        Pola pelayanan fungsional, yaitu pola pelayanan umum yang diberikan oleh suatu instansi pemerintah sesuai dengan tugas fungsi dan wewenang
2.       Pola pelayanan satu pintu, yaitu pola pelayanan umum yang diberikan secara tunggal oleh instasni pemerintah berdasarkan pelimpahan wewenang dari instansi pemerintah terkait lainya yang bersangkutan
3.       Pola pelayanan satu atap adalah pola pelayanan umum yang diberikan secara terpadu pada suatu tempat / lokasi oleh beberapa instansi pemerintah yang bersangkutan sesuai keweangan masing-masing
4.       Pola pelayanan secara terpusat, yaitu pola pelayanan umum yang diberikan oleh suatu onstasni pemerintah yang bertindak selaku koordinator terhadap pelayanan instasni pemerintah lainya terkait dengan bidang pelayanan umum yang bersngkutan.
Penyusunan tata laksana pelayanan umum :
1.        Landasan hukum pelayanan umum
2.       Maksud dan tujuan pelayanan umum
3.       Alur proses /tata cara pelayanan umum
4.       Persyaratan yang harus dipenuhi baik tehnis maupun administrasi
5.       Tata cara penilaian untuk memberikan kepastian kepada masyarakat atas persetujuan dan penolakannya
6.       Rincian biaya jasa pelayanan umum dan tata cara pembayaran
7.       Waktu penyelesaian pelayanan umum\
8.       Uraian mengenai hak dan kewajiban pihak pemberi pelayanan dan penerima pelayanan umum.
9.       Penunjukan pejabat penerima keluhan masyarakat

Kewenangan penetapan tata laksana pelayanan umum
1.        Di tetapkan dengan keputusan pimpinan instasni pemerintah dan atau pimpinan BUMN/BUMD apabila secara fungsional dan keseluruhan proses pelayanan umum dilakukan satu intasni pemerintah
2.       Merupakan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan
3.       Di tetapkan dengan perda atau kep gubernur/bupati/walikota atau pimpinan instansi vertikal didaerah, apabila meruapakan kewenangan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
4.       Merupakan jabatan lebih lanjut dari pedoman umum yang sudah ditetapkan oleh instansi tingkat atasnya.
5.       Mempunyai ruang lingkup/jangkauan yang lebih bersifat tehnis operasional
6.       Sifat pelayanannya memerlukan penyesuaian terhadap situasi dan kondisi setempat.

Biaya pelayanan Umum
Besarnya tarif pelayanan umum perlu memperhatikan :
1.        Tingkat kemampuan dan daya beli masyarakat
2.       Nilai barang dan atau jasa dari hasil pelayanan umum
3.       Terhadap jenis pelayanan umum yang memerlukan penelitian/pemeriksaan maka biaya penelitian/pemeriksaan harus jelas rinciannya.
4.       Mendapat persetujuan terlebih dahulu dari mentri keuangan sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
5.       Tarif pelayanan yang ditetapkan oleh pemda dilaksanakan sesuai dengan Inpres n0. 16 tahun 1980 tentang penyusunan dan pengesahan peraturan daerah mengenai pajak daerah tingkat I, pajak daerah TK II dan retribusi daerah TK I.



Pengawasan dan pengendalian :
1.        Pengawasan dan pengendalian tatalaksana layanan umum dilakukan melalui pengawasan atasan langsung maupun pengawasan fungsional sesuai ketentuan yang berlaku
2.       Pengawasan masyarakat yang berupa laporan atau atau pengaduan layanan umum, wajib diperhatikan oleh pimpinan instasni pemerintah yang bersangkutan dan dalam hal ini diperlukan penyelesaian, diambil langkah-langkah untuk mengatasinya.
Penyelesaian persoalan dan sengketa :
1.        Dalam hal terjadi sengketa atau persoalan pelayanan umum tidak dapat diselesaikan, maka pemohon pelayanan dapat mengajukan pengaduan kepada pimpinan instansi pemerintah yang bersangkutan atau pejabat yang ditunjuk
2.       Atasan langsung atau pimpinan instasni wajib mengambil langkah-langkah penyelesaian terhadap pengaduan dimaksud
3.       Dalam hal tidak terselesaikannya persoalan atau sengketa dimaksud, maka penyelesaian dapat ditempuh melalui jalur hukum yang pengadilan tata usaha negara setempat
4.       Keputusan pengadilan tata usaha negara wajib dilaksanakan oleh pihak yang bersangkutan.

Kriteria pelayanan masyarakat yang baik (Kep Menpan no. 06 tahun 1995):
1.        Sederhana
2.       Jelas dan pasti
3.       Aman
4.       Keterbukaan
5.       Efisien
6.       Ekonomis
7.       Adil dan merata
8.       Tepat waktu

Pelayana Prima (Excellenct service) adalah Usaha melayani kebutuhan orang lain atau membantu menyiapkan apa yang diperlukan seseorang yang bermutu dan memuaskan

Unsur-unsur pelayanan prima seperti yang dimaksud dalam Kep Menpan no. 06 tahun 1995):
1.        Sederhana
2.       Jelas dan pasti
3.       Aman
4.       Keterbukaan
5.       Efisien
6.       Ekonomis
7.       Adil dan merata
8.       Tepat waktu



Perilaku dalam pelayanan prima
Perilaku yang baik dalam memberikan pelayanan menurut De Vriye, et al :
1.        Self Estem, Penghargaan terhadap diri sendiri
2.       Exceed Expectations, Melampaui haran.
3.       Recovery, Pembenahan.
4.       Vision, erat kaitanya denga visi organisasi
5.       Improve, perbaikan atau peningkatan.
6.       Care, perhatian.
7.       Empower, pemberdayaan

Penyelesaian masalah dalam pelayanan prima dengan metode siklus PDCA :
1.        Identifikasi masalah dan menetapkan prioritas masalah
2.       Mencari sebab-sebab masalah dan sebab masalah yang menonjol
3.       Mencari solusi dan merencanakan solusi utama (plan)
4.       Melaksanakan solusi dengan tepat (do)
5.       Memeriksan hasil pelaksanaan (Chek)
6.       Menjaga dengan baik apabila solusi telah sesuai dan tepat untuk meningkatkan mutu pelayanan serta emmbuat standar-standar atau pedoman, serta menglomunikasikan standar pelayanan kepada pihak pelanggan.
Pelayanan prima dalam bidang kesehatan :
Berdasarkan instruksi menkes no 828/menkes/vii/1999 tentang pelaksanaan pelayanan prima bidang kesehatan, dijelaskan hal-hal sebagai berikut :
1.        Mengupayakan paparan yang jelas melalui papan informasi atau petunjuk yang mudah dipahami dan diperoleh pada setiap tempat/lokasi pelayanan sesuai dengan kepentingannya menyangkut prosedur/tata cara pelayanan, biaya/tarif pelayanan serta jadwal/waktu pelayanan.
2.       Setiap peraturan tentang prosedur/tata cara/petunjuk seperti yang dimaksud diatas harus dilakukan secara tepat, konsisten dan konsekwen sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
3.       Hak dan kewajiban pemberi dan penerima pelayanan diatur secara jelas setiap persyaratan yang diwajibkan dalam rangka menerima pelayanan harus mudah diperoleh dan berkaitan langsung dengan kepentingan pelayanan serta tidak menambah beban masyarakat penerima pelayanan
4.       Tersedia loket informasi dan kotak saran bagi penerima pelayanan yang mudah dilihat/dijumpai pada setiap tempat pelayanan.
5.       Penanganan proses pelayanan sedapat mungkin dilakukan oleh petugas yang berwewenang atau kompoten, mampu, terampil dan profesional sesuai spesifikasi tugasnya.
6.       Selalu diupayakan untuk menciptakan pola pelayanan yang tepat sesuai dengan sifat dan jenis pelayanan yang bersangkutan dengan mepertimabngkan efisiensi dan efektifitas dalam pelaksanaannya.
7.       Biaya/tarif harus ditetapkan secara wajar dengan memperthitungkan kemampuan masyarakat.
8.       Pemberian pelayanan dilakukan secraa tertib, teratur dan adil, tidak memebdakan status sosial masyarakat.
9.       Kebersihan dan sanitasi lingkungan tetapat dan fasilitas pelayanan harus selalu dijamin pelaksanaan kebersihannya secara rutin dan penyediaan fasilitas pembuangan sampah/kotoran sesuai dengan kepentingannya.
10.   Selalu diupayakan agar petugas memberi pelayanan dengan sikap ramah, sopan serta berupaya meningkatkan kinerja pelayanan secara optimal dengan kemampuan pelayanan yang tersedia dalam jumlah dan jenis yang cukup.

Pelayanan Medis yang baik :
1.        Praktek kedokteran (pengobatan) yang rasional yang berdasarkan ilmu pengetahuan
2.       Menekankan pencegahan
3.       Memerlukan keja sama yang cerdik antara pasien awan dan para praktisi yang ilmiah medis
4.       Memperlakukan individu seutuhnya
5.       Mempertahankan hubungan pribadi yang akrab dan berkesinambungan antara dokter dan pasien
6.       Dikoordinasikan dengan pekerjaan kesehjatraan sosial
7.       Mengkoordinasikan semua jenis pelayanan kesehatan
8.       Pelaksanaan semua jenis pelayanan dari ilmu kedokteran modern sesuai dengan kebtuhan semua orang

3.3. Paradigma Pelayanan kesehatan
Pola pelayanan kesehatan bersifat dinamis mengikuti perkembangan keadaan dan masalah serta lingkungan dalam arti luas : politik, ekonomi, tekonologi, sosial, budaya masyarakat yang dilayani. Lingkungan fisik dan lingkungan biologik matra darat, laut dan udara termasuk emigran, transmigrasi, menjadikan model dan pola pelayanan kesehatan menyesuaikan. Ada perbedaan atau pergeseran pola makan dan pola penyakit akan membawa pula pergeseran kebijakan program kesehatan. Perubahan pandangan yang terdapat di masyarakat tentang kesehatan karena meningkatnya pendidikan dan pengetahuan tentang sakit atau tidak sakit berkaitan dengan masalah pembiayaanya, akan mengubah pola pikir dan tindak. Sehingga timbul pergeseran yang semula berorientasi pada penyembuhan penyakit dan rehabilitatif menjadi orientasi pada pencegahan dan peningkatan kesehatan atau dengan kata lain bergeser dari paradigma lama ke paradigma baru.
         RAKERKESNAS-1999 di jakarta, bahwa paradigma sehat adalah sebagai cara pandang atau pola pikir pembangunan kesehatan yang bersifat holistik, proaktif-antisipatif, melihat masalah kesehatan sebagai masalah yang dipengaruhi oleh banyak faktor secara dinamis dan bersifat lintas sekotora dalam suatu wilayah. Untuk melindungi, meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan penduduk, diperlukan upaya yang dilaksanakan secara holistik oleh sektor kesehatan dengan memperhatikan faktor yang berpengaruh terhadap derajat kesehatan, dilakukan secara sistematis, proaktif-antisipatif melalui pendekatan lintas sekotra dan ekemitraan dengan basis wilayah.
         Paradigma sehat juga merupakan model pembangunan kesehatan yang berorientasi pada peningkatan, pemeliharaan dan perlindungan penduduk yang sehat, dan bukan hanya penyembuhan pada orang sakit. Sehingga kebijakan pembangunan kesehatan perlu lebih ditekankan pada upaya preventif dan promotif, dengan maksud meningkatkan, memelihara, dan melindungi orang sehat agar tetap sehat, atau lebih sehat, sedangkan yang sakit perlu disembuhkan agar secepatnya menjadi sehat dan produktif.

3.2. Karakteristik Pelayanan Kesehatan.
Dibandingkan dengan kebutuhan hidup manusia yang lain, kebutuhan pelayanan kesehatan mempunyai tiga ciri utama yang terjadi sekaligus dan unik yaitu : uncertainty, asymetri of information dan externality (Evans, 1984). Menurut Evan, ketiga ciri utama tersebut menyebabkan pelayanan kesehatan sangat unik dibandingkan dengan produk atau jasa lainnya. Keunikan yang tidak diperoleh pada komoditas lain inilah yang mengharuskan kita membedakan perlakuan atau intervensi pemerintah.
1. Uncertainty.
Uncertainty atau ketidakpastian menunjukkan bahwa kebutuhan akan pelayanan kesehatan tidak bisa pasti, baik waktu, tempat maupun besarnya biaya yang dibutuhkan. Dengan ketidakpastian ini sulit bagi seseorang untuk menganggarkan biaya untuk memenuhi kebutuhan akan pelayanan kesehatannya. Penduduk yang penghasilannya rendah tidak mampu menyisihkan sebagian penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan yang tidak diketahui datangnya, bahkan penduduk yang relatif berpendapatan memadai sekalipun seringkali tidak sanggup memenuhi kecukupan biaya yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan medisnya.. Maka dalam hal ini seseorang yang tidak miskin dapat menjadi miskin atau bangkrut mana kala ia menderita sakit.
2. Asymetry of Information.
Sifat kedua asymetry of Information menunjukkan bahwa konsumen pelayanan kesehatan berada pada posisi yang lemah sedangkan provider ( dokter dan petugas kesehatan lainnya ) mengetahui jauh lebih banyak tentang manfaat dan kualitas pelayann yang dijualnya. Ciri ini juga ditemukan oleh para ahli ekonomi kesehatan lain seperti Feldstein, Jacos, Rappaport, dan phelps, sedangkan pada jasa kecantikan dan beras sifat asymetry information hampir tidak nampak.
Konsumen tahu berapa harga pasar, apa manfaat yang dinikmatinya, bagaimana kualitas berbagai layanan dan seberapa besar kebutuhannya. Dalam pelayanan kesehatan, misalnya kasus ekstrim pembedahan, pasien hampir tidak memiliki kemampuan untuk mengetahui apakah ia membutuhkan pelayanan tersebut atau tidak. Kondisi ini sering dikenal dengan consumen ignorence atau konsumen yang bodoh, jangankan ia mengetahui berapa harga dan berapa banyak yang diperlukan , mengetahui apakah ia memerlukan tindakan bedah saja tidak sanggup dilakukan meskipun pasien mungkin seorang profesor sekalipun.
Dapat dibayangkan bahwa jika provider atau penjual memaksimalkan laba dan tidak mempunyai integritas yang kuat terhadap norma-norma agama dan sosial sangat mudah terjadi penyalagunaan atau moral hazard yang dapat dilakukan oleh provider.
Sifat asymetry ini memudahkan timbulnya supply induce demand creation yang menyebabkan keseimbangan pasar tidak bisa tercapai dalam pelayanan kesehatan. Maka jangan heran jika dalam pelayanan kesehatan supply meningkat tidak menurunkan harga dan kualitas meningkat, yang menjadi justru sebaliknya yaitu peningkatan harga dan penurunan kualitas ( pemeriksaan yang tidak periu).

3. Externality.
Externality menunjukkan bahwa komsumsi pelayanan kesehatan tidak saja mempengaruhi pembeli tetapi juga bukan pembeli.. Contohnya adalah komsumsi rokok yang mempunyai resiko besar pada bukan perokok, akibat dari ciri ini, pelayanan kesehatan membutuhkan subsidi dalam berbagai bentuk, oleh karena pembiayaan pelayanan kesehatan tidak saja menjadi tanggung jawab diri sendiri, akan tetapi perlunya digalang tanggung jawa bersama ( publik ). Ciri unik tersebut juga dikemukakan oleh beberapa ahli ekonomi kesehatan seperti Feldstein ( 1993 ).

3.3. Indikator, Kriteria dan Standard Pelayanan kesehatan
3.3.1. Pengertian indikator, kriteria dan standard.
Indikator
Indikator adalah petunjuk atau tolak ukur./Indikator adalah fenomena yang dapat diukur
Contoh indikator atau tolak ukur status kesehatan antara lain adalah angka kematian ibu, angka kematian bayi, status gizi.
Indikator pelayanan kesehatan dapat mengacu pada indikator yang relevan berkaitan dengan struktur, proses dan outcome
Indikator struktur
-          Tenaga kesehatan profesional
-          Biaya yang tersedia
-          Obat-obatan dan alat kesehatan
-          Metode atau standard operation
Indikator proses
Memberikan petunjuk tentang pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan, prosedur asuhan yang ditempuh oleh tenaga kesehatan dalam menjalankan tugasnya.

Indikator Outcome
Merupakan Indikator hasil luaran input dan proses seperti : BOR, LOS, TOI dan Indikator klinis lain seperti : angka kesembuhan penyakit, angka kematian 48 jam, angka infeksi nosokomial, dsb.
Kriteria
Indikator dispesifikasikan dalam berbagai kriteria. Sebagai contoh
-          Indikator status gizi sebagi indikator status kesehatan anak, dapat dispesifikan lagi menjadi kriteria : tinggi badan, berat badan anak.
Standar
Setelah kriteria ditentukan dibuat standar-standar yang eksak dan dapat dihitung kuanitatif, yang biasanya mencakup hal-hal yang baik. Misalnya : panjang badan bayi baru lahir yang sehat rata-rata (standarnya) adalah 50 CM. Berat badan bayi yang baru lahir yang sehat standard adalah 3 Kg. Rasio yang baik untuk dokter puskesmas standarnya adalah 1 : 30. 000 penduduk. Rasio yang baik untuk dokter spesialis adalah 1 : 300. 000 penduduk. Standar kebutuhan tenaga perawat di RS adalah rasio 1 : 10 tempat tidur.
Ada lima kunci untuk mengukur masing-masing output ;
1.        Target : anggaran atau penampilan yang ingin dicapai
2.       Perkiraan : tingkat penampilan yang diperkirakan yang mungkin lebih baik atau lebih buruk dari target tergantung pada situasi bisnis yang sedang berlangsung
3.       Kenyataan : tingkat nyata sesunggguhnya penampilan yang dicapai terhadap yang dijanjikan.
4.       Problem : perbedaan antara keadaan yang sesungguhnya dengan tingkatan target penampilan, dimana keadaan sesungguhnya adalah lebih jelek daripada target.
5.       Peluang : peluang untuk meningkatkan lebih baik daripada target tanpa baiaya tambahan.
Indikator Input
Indikator daripada input : tersedianya tenaga kesehatan, tersedianya anggarann kesehatan, perlengkapan dan obat-obatan, tersedianya metode pemberantasan penyakit, standard operating prosedure klinis dan sebagainya.
Indikator proses
Dipandang dari sudut manajemen yang diperlukan adalah pelaksanaan daripada fungsi-fungsi manajemen seperti perencanaan, pengoorganisasia, penggerakan, pemantauan, pengendalian dan penilaian.
Indikator output
Merupakan ukuran-ukuran khusus (kuantitas) bagi out put program seperti sejumlah puskesmas yang berhasil dibangun, jumlah kadek kes yang dilatih, jumlah MCK yang dibangun, jumlah pasien yang sembuh dsb.
Indikator outcome (dampak jangka pendek)
Adalah ukuran-ukuran dari berbagai dampak program seperti meningkatnya derajat kesehatan anak balita, menurunkan angka kesakitan
Indikator Impact (Dampak jangka panjang)
Seperti meningkatnya umur harapan hidup, meningkatnya status gizi, dsb.
Indikator penampilan (performance indikator)
Indikator penampilan dibagi 3 kelompok :
1.      Indikator penampilan klinik, yang berhubungan dengan proses pelayanan misalnya Lenght of stay (LOS), Turn over Interval (TOI), bed Occupancy Rate (BOR) dsb.
2.     Indikator penampilan keuangan (Financial Performance Indicator)
3.     Indikator Penampilan tenaga (Man power indicator)
Contoh-contoh indikator :
1.      Indikator kebijakan kesehatan :
a.      Komitmen politis pada tingkat tinggi terhadap kesehatan bagi semua
b.      Alokasi sumber daya yang cukup untuk pelayanan kesehatan dasar
c.        Tingkat pemerataan pembagian sumber daya
d.      Tingkat keterlibatan masyarakat dalam mencapai kesehatan bagi semua
e.       Penyusunan suatu kerangka organisasi dan manajerial yang sesuai dengan strategi nasional untuk kesehatan bagi semua
f.        Manifestasi praktis dari komitmen politik internasional untuk kesehatan bagi semua
2.     Indikator sosial dan ekonomi :
a.      Laju pertumbuhan penduduk
b.      Pendapatan nasional Kotor (GNP) atau pendapatan domestik kotor (GDP)
c.        Distribusi upah/pendapatan
d.      Tersedianya pekerjaan
e.       Kecukupan perumahan yang dinyatakan dalam jumlah oragn per kamar
f.        Tersedianya energi per kapita
3.     Indikator-indikator penyedia pelayanan kesehatan
a.      Ketersediaanya
b.      Aksesbilitas secara fisik
c.        Aksesbilitas secara ekonomi dan budaya
d.      Penggunaan pelayanan
e.       Indikator-indikator untuk menilai mutu pelayanan
4.    Indikator cakupan pelayanan kesehatan dasar :
a.      Tingkat pengetahuan di bidang kesehatan
b.      Tersedianya air di rumah atau tempat yang jaraknya dapat dicapai dengan jalan kaki
c.        Fasilitas yang cukup dirumah atau di dekat rumah
d.      Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan bagi ibu-ibu dan anak-anak
e.       Pertolongan persalinan oleh petugas terlatih
f.        Prosentase anak terancam risk yang telah di imunisasi terhadap penyakit infeksi masa kanak-kanak
g.       Tersedianya obat-obatan esensial sepanjang tahun
h.       Aksesbilitas lembaga-lembaga rujukan
i.         Rasio jumlah penduduk terhadap berbagai jenis tenaga kesehatan di pelayanan kesehatan dasar dan di tingkat-tingkat rujukan
5.     Indikator status kesehatan :
a.      Prosentase bayi-bayi yang dilahirkan dengan berat badan pada waktu lahir paling sedikit 2500 g
b.      Prosentase anak berat badannya menurut umur dengan norma-norma tertentu
c.        Indikator-indikator perkembangan psikososial anak-anak
d.      Angka kematian bayi
e.       Angka kematian anak
f.        Angka kematian anak dibawah lima tahun
g.       Harapan hidup pada umur tertentu
h.       Angka kematian ibu
i.         Angka kematian menurut jenis penyakit tertentu
j.         Angka cacat tubuh
k.      Indikator-indikator patologi sosial dan mental, seperti angka-angka bunuh diri, kecanduan obat, kejahatn, kenakalan remaja, minum minuman keras, merokok, kegemukan, penggunaan obat-obat terlarang.


10 komentar:

  1. Daftar pustaka atau literaturnya dari buku apa ?....
    tolong kasih tau ?.....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Azrul azwar. Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi kedua Jakarta: PT. Binariya Aksara, 1988.

      Wijono, Djoko, 1999., Manajemen Mutu pelayanan Kesehatan – Teori, Strategi dan Aplikasi, Airlangga University Press, Surabaya

      Hapus
  2. Balasan
    1. Azrul azwar. Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi kedua Jakarta: PT. Binariya Aksara, 1988.

      Wijono, Djoko, 1999., Manajemen Mutu pelayanan Kesehatan – Teori, Strategi dan Aplikasi, Airlangga University Press, Surabaya.

      Hapus
  3. Mantap pak....tulisannya banyak membantu saya....lanjutkan....!!!

    BalasHapus
  4. terima kasih pak, tulisannya banyak membantu. daftar pustaka nya pun memudahkan saya untuk mencari bukunya...

    BalasHapus
  5. terima kasih pak tulisannya membantu sekali :)

    BalasHapus
  6. Terimakasih pak tulisannya sangat membantu,
    Saya juga ingin bertanya apakah sudah ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pelayanan non medis?

    Terima kasih

    BalasHapus
  7. Terima kasih pak tulisan beserta referensinya sangat membantu :)

    BalasHapus
  8. Terima Kasih pak dosenq sukses & sehat selalu aminnnn....

    BalasHapus